Sabtu, 24 Mei 2014

SEMINGGU ANEH-ANEH AJA

Minggu ke dua survey orangutan penuh dengan moment-moment yang tak terduga dan mungkin saying untuk dilupakan. Mulai dari hal yang kecil, sampai ke hal-hal yang mempengaruhi kinerja pada saat melakukan survey. Dari hal-hal yang bersifat teknis maupun non teknis. Beberapa moment menarik tertuang dalam deretan paragraph dibawah ini.

·         Hari H tidak ada orang
Rencana yang sudah dipersiapkan dengan cukup baik akhirnya pupus gara-gara hal yang tak disangka-sangka. Pagi itu hari Jum’at aku menunggu jemputan kawan ke kantor di Ketapang untuk berangkat survey Orangutan. Rencananya kami akan berangkat menuju lokasi camp yang telah disurvey sebelumnya setelah sholat Jum’at. Karena jarak cukup jauh dari Ketapang ke lokasi, aku berencana pagi berangkat ke Desa Sungai Pelang dan kemudian ba’da sholat Jum’at berangkat dari desa itu.
Pagi itu sekitar pukul 08.30 WIB aku menghubungi kawanku karena belum sampai di kantor. Namun tidak ada respon sama sekali. Mungkin sedang perjalanan kesini pikirku. Ternyata memang benar, beberapa menit kemudian dia sampai dengan muka was-was, seperti orang kebingungan. Rupanya ada info bahwa tiga orang tim survey tidak bisa ikut karena ada urusan. Tetapi tidak jelas urusan apa sebenarnya mereka. Cukup mendadak sih memang.
Siang itu akhirnya kami yang tersisa (maksudnya aku dan kawanku) memutuskan untuk mencari orang lagi, karena mereka yang punya urusan baru bisa mengikuti survey tiga hari kedepan. Untungnya kami yang tersisa tidak serta merta mengamini tanggapan mereka. Baru terungkap ketika kami mampir ke rumah abangnya setelah survey dengan tim lain, rupanya mereka bertiga ada borongan pekerjaan dan nyatanya sampai seminggu pun belum beres juga kerjaan mereka. Memang begitulah resiko pekerjaan borongan, kalau dilihat secara kasat mata cukup menggiurkan duitnya. Tapi ketika dipelajari lebih mendalam dan dikerjakan, rupanya zonk….. Hehehee… *(Ada juga sih yang memang muantappp pekerjaan borongan. Tapi ya jarang-jarang).   

·         Tim baru (No Camp)
Jum’at malam aku dapat informasi dari Roby kalau sudah mendapatkan tim baru, menggantikan tim lama yang punya urusan penting yang nyatanya ada pekerjaan lain yang menurut mereka lebih menggiurkan. Tim baru ini merupakan kawan-kawan Roby yang memang belum terlalu pengalaman keluar-masuk hutan. Mereka mau ikut survey dengan syarat “no-camp” alias bolak-balik ke Desa. Aku akhirnya menyetujui saja permintaan mereka. Ya setidaknya kita coba dua hari kedepan bagaimana respon kondisi kita, apa tetap fit apa droup. Hehee…
Tim baru ini harapanku kedepannya bisa mengikuti kegiatan dalam upaya patrol Hutan Desa mereka. Selama ini masih sangat jarang kalangan muda yang ikut terlibat dalam patrol. Hanya di Hutan Desa Laman Satong saja yang sudah berhasil menggerakkan kalangan muda dalam melakukan kegiatan patrol. Itulah yang menjadi alasanku mennggapi permintaan mereka. Harapannya disela-sela kegiatan survey mereka bisa menikmati dan menjadi tertarik untuk bergabung dalam misi yang mulia ini. Ya prinsipku diperkenalkan dulu pada mereka. Setelah itu harapannya mereka akan tahu dan kemudian mulai menyukai. Akhirnya setelah menyukai akan timbul kecintaan. Aamiin…. J
Ternyata, pulang-pergi (PP) itu mengasyikkan juga. Salah satu hikmahnya adalah, tidur ditempat yang lebih beradap dan yang paling menarik adalah makanannya lebih nikmat dan beragam. Heheee


Rencana lokasi camp selama survey di Grid 210 & 221 "camp bekas penambang emas illegal"

·         Aliran Air & Jebakan
Grid yang kami survey lumayan cukup jauh dari jalan utama. Kami berjalan sepanjang 2 km untuk menuju lokasi di Grid 221 dan sepanjang lebih dari 3 km menuju Grid 210. Perjalanan ini rutin ditempuh selama survey karena kami sudah sepakat untuk pulang-pergi (PP) dari desa ke hutan.
Satu kilometer pertama dari jalan kami menyusuri jalan setapak di pinggir sungai, sampai menuju lokasi rencana camp kami di lahan bekas pertambangan emas illegal. Kemudian dilanjutkan lagi satu kilometer kearah Selatan dengan membuat rintisan, karena sudah masuk area hutan. Tiga ratus meter pertama masih termasuk hutan kerangas, tanah berpasir dengan tegakan yang agak jarang dan homogen. Rupanya ada bekas jalan setapak menuju ke hutan, sehingga kami menafaatkan jalur ini agar dapat menghemat energi alias tak merintis. Diperjalanan kami menemukan bekas pembakaran hutan yang membuat tegakan yang masih berdiri mongering. Mungkin untuk rencana digunakan untuk lahan perladangan.
Memasuki tujuh ratus meter dari Grid terdekat terdapat aliran air dari sungai yang kami lewati semua. Aliran air ini menyebar cukup luas mengalir ke area yang lebih rendah. Aliran air ini memang sudah tidak membentuk sungai lagi. Kami harus berhati hati karena banyak jebakan di dalam air alias banyak lubang-lubang yang dapat menghambat laju perjalanan kami. Lubang-lubang tersebut tak terlihat karena airnya cukup keruh. Dilokasi ini pula ditemukan bekas jalan gerobak pengangkut log dan tebangan yang dibiarkan.

·         Ban Bocor
Supaya kegiatan survey lebih optimal, kami berencana untuk berangkat lebih pagi. Ternyata rencana kami belum diberkahi. Ditengah-tengah perjalanan motor yang aku tunggangi “oleng”. Aku memperlambat laju dan mencoba memeriksa kondisi motor. Rupanya ban belakang bocor. Apes dah…. Kebetulan bocor pas ditengah-tengah jalan tanpa ada penghuni alias jalan ditengah-tengah lahan kosong. Kami harus mencari tukang tambal ban yang letaknya cukup jauh.
Sesampai ditukang tambal ban, ternyata  ban dalam harus diganti karena terkena kawat-kawat ban luar. Akhirnya ban dalam yang lama digunakan untuk pelapis ban dalam baru untuk menghindari tusukan kawat-kawat ban luar. Cukup membuang waktu juga ban bocor ini.

·         Rawa apa rawa-rawaan
Lokasi survey di Grid kami kali ini cukup dalam juga rawanya. Kedalaman airnya mencapai satu meter lebih. Anehnya, air rawa ini sebagian berasal dari para penambang emas illegal yang berada di dalam dan sekitar area survey. Di grid 210 kondisi lebih parah. Airnya cukup dalam dan tercemar oleh bahan-bahan kimia dari aktivitas pertambangan emas illegal tersebut. Mungkin jika airnya dianalisis ke laboratorium sudah banyak terkontaminasi bahan-bahan kimia berbahaya. Menurut beberapa orang, aktifivas pertambangan emas illegal ini sering menggunakan bahan kimia berbahaya, misalnya merkuri (air raksa).
Menurut Darmono (1995) dalam www.mineraltambang.com ada bentuk anorganik, Hg berikatan dengan satu atom karbon atau lebih, sedangkan dalam bentuk organik, dengan rantai alkil yang pendek. Senyawa tersebut sangat stabil dalam proses metabolisme dan mudah menginfiltrasi jaringan yang sukar ditembus, misalnya otak dan plasenta. Senyawa tersebut mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible, baik pada orang dewasa maupun anak. Toksisitas Hg anorganik menyebabkan penderita biasanya mengalami tremor. Jika terus berlanjut dapat menyebabkan pengurangan pendengaran, penglihatan, atau daya ingat. Senyawa merkuri organik yang paling populer adalah methyl mercury yang berpotensi menyebabkan toksisitas terhadap sistem saraf pusat. Kejadian keracunan metil merkuri paling besar pada makhluk hidup timbul di tahun 1950-an di Teluk Minamata, Jepang yang terkenal dengan nama Minamata Disease
Fardiaz (1992) dalam www.mineraltambang.com menyatakan walaupun mekanisme keracunan merkuri di dalam tubuh belum diketahui dengan jelas, beberapa hal mengenai daya racun merkuri dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Semua komponen merkuri dalam jumlah cukup, beracun terhadap tubuh.
  2. Masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik dalam daya racun, distribusi, akumulasi, atau pengumpulan, dan waktu retensinya di dalam tubuh.
  3. Transformasi biologi dapat terjadi di dalam lingkungan atau di dalam tubuh, saat komponen merkuri diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
  4. Pengaruh buruk merkuri di dalam tubuh adalah melalui penghambatan kerja enzim dan kemampuannya untuk berikatan dengan grup yang mengandung sulfur di dalam molekul enzim dan dinding sel.
  5. Kerusakan tubuh yang disebabkan merkuri biasanya bersifat permanen, dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan.

Kontaminasi raksa dapat melalui inhalasi, proses menelan atau penyerapan melalui kulit. Dari tiga proses tersebut, inhalasi dari raksa uap adalah yang paling berbahaya. Jangka pendek terpapar raksa uap dapat menghasilkan lemah, panas dingin, mual, muntah, diare,  dan gejala lain dalam waktu beberapa jam. Jangka panjang terkena uap raksa menghasilkan getaran, lekas marah, insomnia, kebingungan, keluar air liur berlebihan,  ritasi paru-paru, iritasi mata, reaksi alergi, dari kulit rashes, nyeri dan sakit kepala  dan lainnya.
Mercury memiliki sejumlah efek yang sangat merugikan pada manusia, di antaranya sebagai berikut :
  1. Keracunan oleh merkuri nonorganik terutama mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati.
  2. Mengganggu sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok sulfur di dalam protein dan enzim.
  3. Merkuri (Hg) organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki placenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan Chromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak.


Sangat serius bahaya proses raksa bagi kesehatan dan lingkungan. Maka dari itu larangan penggunaan pun semakin ketat. Pada tahun 1988, diperkirakan 24 juta lb/yr dari raksa yang dilepaskan ke udara, tanah, dan air di seluruh dunia sebagai hasil dari aktivitas manusia. Hal ini termasuk raksa yang dilepaskan oleh pertambangan raksa dan memperbaiki berbagai operasi manufaktur, dengan pembakaran batu bara, dan sumber lainnya. (www.mineraltambang.com)

 Perkampungan di area pertambangan emas illegal
Ketika kami sedang survey di Grid 210, rupanya disana banyak sekali aktivitas pertambangan emas. Dilokasi ini para penambang secara berkelompok. Lubang (galian) hasil pertambangan sangat dalam. Mungkin mencapai sepuluh meter kedalamannya. Saat kami dating mereka biasa-biasa saja, karena saat kami ditanya sama mereka kami menjelaskan bahwa kami sedang melakukan survey orangutan. Bahkan saat kami foto-foto dilokasi ini ekspresi mereka biasa-biasa saja.
Saat kami mencoba mencari-cari lokasi menuju ke hutan, kami melihat ada jalur motor yang dibuat dari papan kayu agar roda tidak masuk ke genangan air atau rawa. Kami pun mengikuti jalur tersebut sekalian mau mencari lokasi menuju hutan yang tidak dalam rawanya. Beberasaat kemudian setelah berbelok kami melihat banyak tenda-tenda biru berjejer cukup banyak. Alamaaakkk…. Ada perkampungan di daerah ini. Lokasi ini benar-benar mirip perkampungan. Perkampungan orang-orang yang melakukan penambangan emas illegal. Mereka membawa keluarga mereka dilokasi ini demi efisiensi kerja mereka.

·         Kehabisan bahan bakar + laher roda belakang pecah
Sore itu kami pulang agak lebih awal dari hari sebelumnya supaya tidak kesorean sampai di desa. Hari itu memang cukup jauh survey kami lakukan. Sampai di jalan utama sesuai harapan, sekitar pukul 16.15 WIB. Diperkirakan kami sampai desa sekitar pukul 17.00 WIB. Baru berjalan beberapa menit, motor temenku kehabisan bahan bakar. Akhirnya motor kami dorong dengan bantuan motor satunya yang aku naiki. Untuk orang jualan bensin tidak terlalu jauh. Setelah mengisi bensin kami pun siap melanjutkan perjalanan kembali.
Beberapa saat kemudian yang tak diduga-duga terjadi. Motor yang aku naiki kemudian mengeluarkan suara ganda, yang satunya berasal dari roda belakang setelah kami terjebak lubang yang tidak cukup dalam sebenarnya. Setelah coba dicari-cari ternyata lahernya ada yang pecah. Aku kira ada gesekan antara roda dengan rangka motor atau komponen lain. Kami pun tak bisa mengendarai motor dengan cepat karena cukup berbahaya. Mau dibawa ke bengkel pun letaknya cukup jauh. Dengan sabar kami mengendarai dengan pelan-pelan hingga mega mega merah di ufuk barat pun lenyap, kami belum juga sampai ke rumah. Memang apes…    


Hikmah dibalik kehabisan bensin & laher pecah "panorama senja"

·         Illegal loging
Minggu ke dua ini aku juga mendengar, melihat dan sekaligus menemukan illegal logging, khususnya yang paling banyak ditemukan di Grid 221. Sistem illegal logging disini caranya dengan menebang pohon-pohon dengan diameter diatas 30 cm, kemudian dibiarkan dalam waktu beberapa hari dalam bentuk log. Lalu beberapa hari kemudian dipotong-potong dalam bentuk kayu balok dan dikeringkan di dalam hutan dalam tempo waktu tertentu. Setelah itu baru diangkut keluar hutan.

·         Padang alang-alang
Padang-alang cukup luas, mayoritas merupakan areal pertambangan emas illegal karena lokasi ini umumnya berpasir. Alang-alang ini ada yang cukup lebat dengan ketinggian mencapai lebih dari satu meter. Kalau kita menggunakan baju lengan pendek jika alang-alang terkena tangan maka akan menimbulkan gatal-gatal dan lecet yang membentuk sayatan-sayatan. Padang alang-alang ini cukup luas, mirip seperti di televise-televisi dalam sebuah sinetron. Hehehee…

·         Kamera Digital rusak
Setiap melakukan aktifitas survey aku selalu mendokumentasikannya. Khususnya jika kami menemukan sarang orangutan, illegal logging dan pertambangan emas illegal, serta yang pastinya lokasi-lokasi yang menurut kami menarik. Semuanya terdokumentasikan dengan baik selama tiga hari itu. Di hari keempat pun dokumentasi berjalan dengan lancer. Di hari keempat itu pula banyak peristiwa yang menarik ditemukan, mulai dari penambangan emas illegal, perkampungan di tengah kawasan hutan, sampai rawa-rawa yang cukup dalam. Sayangnya ketika kami masuk rawa kamera yang sudah aku bawa error karena terkena air ketika terpeleset di rawa ketika melewati kayu-kayu sebagai pijakan.
Malam harinya aku langsung mencoba mengcopy file yang ada di micro-SD ketika teman-teman yang baru ingin meminta foto. Awalnya sih bisa dibuka, tapi kok ndak bisa di copy di laptop. Kenapa ini ya… pikirku karena laptopnya agak error karena mungkin ada virus. Kemungkinan besar yang lain kenapa data tidak bisa di copy karena micro-SD nya masih belum kering karena terkena air ketika survey tersebut. Sehingga karena masih basah itulah micro-SD menjadi error. Sayangnya setelah sampai kantor micro-SD sudah diformat. Ternyata ada beberapa software atau aplikasi yang dapat merecovery data di dalam micro-SD. Meskipun belum tahu keakuratan hasilnya. Tapia pa salahnya dicoba. Sayang banget ya…. Gara-gara gak nanya dulu ke mbah google…. Padahal perjuangan untuk mendapatkan dokumentasi itu harus berjalan berkilometer, menyeberangi rawa, melewati padang alang-alang yang bikin gatal dan luka, cuaca panas yang bikin kulit menjadi lebih exotic alias gelap…. Hehehe…. Ya sudahlah, mau gimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur.

*Sungguh saying sih sebenarnya… dokumentasi lenyappppp L


Sabtu, 17 Mei 2014

TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS, SALAH SATU BAGIAN BUMI BAGI MAMALIA BESAR PULAU SUMATERA

BERAWAL DARI SEBUAH PENGETAHUAN (ILMU)
    Aku teringat ketika pesan guru ketika masih belajar di pesantren Darul ‘Ulum Jombang, niatkanlah kuliahmu untuk menuntut ilmu. Memang benar, dengan kita memiliki ilmu semuanya akan dapat tercapai. Wallahua’lam… Banyak hal yang aku dapatkan dari mempunyai pengetahuan ini, salah satunya dapat mengunjungi beberapa lokasi-lokasi baru. Disamping pastinya tidak lepas dari do’a kedua orang tua setiap saat.
    Pertengahan bulan Februari 2014 saya di ajak kawanku mas Rhama untuk berkunjung ke Taman Nasional Way Kambas (TNWK) karena ada orang TNWK yang ingin mengajak diskusi mengenai inventarisasi hutan. Kebetulan mas Rhama bekerja di konsorsium ALeRT-UNILA mengerjakan program TFCA (Tropical Forest Coservation Action) Sumatera di TNWK. Jadi saya berangkat ke TNWK bersama mas Rhama dan istrinya, mbak Rani. ALeRT ternyata sebuah singkatan dari Aliansi Lestari Rimba Terpadu.

Gerbang TNWK, Labuhan Ratu, Lampung Timur

PERJALANAN YANG MENGAGUMKAN
      Kami bertiga (Aku, mas Rhama dan mbak Rani) berangkat dari Jakarta setelah ba’da sholat isya’ naik bus jurusan Pelabuhan Merak dari Terminal bus Pasar Rebo. Perjalanan ditempuh sampai pelabuhan sekitar pukul 23.00 WIB. Kemudian berganti naik kapal Fery setelah makan malam menyantap nasi goreng. Perjalanan naik kapal Fery cukup lama. Biasanya karena antrian menggunakan pelabuhan dengan kapal lain. Tiba di Pelabuhan Bakauheni sekitar pukul 04.45 WIB. Setibanya di Bakauheni, kami sudah ditunggu sopir travel yang memang sudah kami pesan malam itu waktu masih di Pelabuhan Merak.
     Kami meluncur menuju lokasi parkir mobil travel. Rupanya isi mobil sudah penuh (maksud saya isi dengan kondisi normal). Dengan kondisi beberapa penumpang masih di luar, sopir kemudian mengarahkan kami untuk masuk mobil semua. Gila ini memang sopir!!! Total di dalam ada 12 orang dewasa menggunakan mobil yang seharusnya kapasitas nyaman delapan orang termasuk sopir. Jadi di dalam mobil penumpang dibagian belakang empat, bagian tengah empat dan bagian depan empat juga. Sebenarnya yang bikin gila itu ya yang di depan itu. Yang satu orang diselipin disamping sopir. Gak kebayang rasanya kalau aku yang sopirnya (berbahaya….!!! Dan para penumpang, waspadalah!).
       Inilah realita keadaan transportasi di luar jawa. Sulit mencari transportasi yang cukup memadai. Untuk ke daerah-daerah tertentu, lebih mudah sewa mobil atau menggunakan travel. Itupun untuk kelas seperti travel terbatas kendaraannya. Sehingga, alternatif pengisian muatan penumpang melebihi batas wajar seperti ini sudah di anggap hal yang biasa. Bagi seorang yang baru pertama sepertiku ya risih melihatnya. Sebenarnya hal seperti ini di satu sisi dapat dipicu oleh pemberi jasa alias sopir, supaya dapat keuntungan yang meningkat. Di sisi lain oleh konsumen (penumpang) karena ingin lebih cepat sampai ke tujuan.
       Sudah jatuh, ketimpa tangga pula… Mungkin peribahasa itulah yang cocok untuk perjalanku naik travel dari pelabuhan Bakauheni ke Labuhan Ratu, Lampung Timur. Di mobil sudah sesak, perjalanan jauh, jalannya banyak yang rusak pula. Lengkap rasanya ujian test kesabaran kali ini. Ternyata penumpang yang naik travel ini mayoritas tujuannya sekitar Lampung Timur. Satu jam lebih aku harus menahan rasa berhimpit-himpitan dengan penumpang lain. Kaki pun susah digerakkan, hingga akhirnya kesemutan.
     Sekitar pukul 08.30 WIB akhirnya kami tiba di kantor ALeRT di Labuhan Ratu, Lampung Timur. Lokasinya dekat dengan TNWK. Suasana disini mengingatkanku dengan kampung halaman di Ponorogo. Sunyi, tentram dan damai. Tiba di kantor suasana masih sepi, hanya ada mbak Putri yang suka mengurung di kamar. Hehee (Pleaseee…). Aku pun langsung istirahat di kamar, rebahan di kasur. Kebetulan kamar itu lagi gak ada yang pakai. Nikmat rasanya rebahan, setelah menahan pegal-pegal pinggang dan rasa lelah akibat perjalanan sejak sehari sebelumnya. Dan akhirnya aku pun terlelap. Zzz…zzz…zzz

Kantor Konsorsium ALeRT-UNILA di Labuhan Ratu

MENATAP LAYAR SETIAP HARI
      Ya, itulah pekerjaanku sehari-hari selama di kantor ALeRT. Rencana mau masuk hutan di cancel karena mas Rhama dan mbak Rani teparrrr, alias droup karena sebelum berangkat ke TNWK mereka berdua pergi ke Malang mengikuti workshop. Kebetulan pada waktu di Malang, sedang ada peristiwa meletusnya Gunung Kelud. Mungkin gara-gara banyak menghisap abu dari Gunung Kelud kali. Hahaha…
     Laptop ketika menjelang pagi sampai sore hari menjadi salah satu kebutuhan utama setelah makan dan minum. Inilah teman setiaku, ketika semuanya sedang sibuk mengurus pekerjaannya masing-masing. Aku kadang baca-baca ebook sambil dengerin musik, nonton film, maupun ngetik-ngetik sesuatu yang bisa diketik ketika aku dapat inspirasi.
      Sebenarnya jika ada jaringan internet (wifi) lebih menarik. Kantor pasti orang-orangnya menjadi semakin autis. Hehehe… Namun sayangnya disini signal memang agak susah. Apalagi kalau cuaca sedang kurang bersahabat. Makin reduplah signal provider-provider yang awalnya sudah agak terang.

DISKUSI DI MULAI
      Hari kedua aku di kantor bertemu dengan orang yang mengajak diskusi mengenai inventarisasi, namanya mas Istnan. Beliau adalah staff TNWK yang ditugaskan membantu konsorsium ALeRT dalam hal reforestasi. Diskusi pun “ngalor ngidul”, tapi disitulah esensinya. Kita yang diskusi sama-sama mendapatkan pengetahuan yang baru.
      Aku banyak tahu mengenai TNWK dari berbagai hal. Mulai dari kondisi hutan yang benar-benar primer tinggal beberapa ratus hektar saja dan sisanya hutan sekunder dan padang alang-alang, habitat gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) terkait konflik gajah dengan masyarakat dan PKG, badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) habitat dan konservasi badak yang dikenal dengan nama SRS (Suaka Rhino Sumatera), serta kehidupan sosial masyarakat terkait gangguan-gangguan terhadap TNWK.
    Dikusi berjalan menarik sampai tidak terasa waktu sudah siang hari. Akhirnya kami sepakat untuk melanjutkan diskusi malam harinya karena mas Istnan sedang ada keperluan lain. Rencana malam itu aku akan mempersiapkan beberapa materi yang mungkin diperlukan terkait dengan rencana untuk monitoring dan evaluasi hasil reforestasi, serta cara perhitungan carbon dengan cara sederhana. Namun sayangnya malam itu diskusi tertunda karena mungkin mas Istnan sedang ada keperluan penting. Dan sampai aku pulang, aku belum bertemu dengan mas Istnan lagi.

KANTOR DI TENGAH PERKAMPUNGAN SUNYI
      Kantor ALeRT letaknya dari jalan utama lintas kota dan provinsi cukup jauh. Terletak di tengah-tengah perkampungan dekat dengan TNWK. Sebenarnya gak terpencil-terpencil amat sih… Hanya saja disekeliling kantor masih kebun semua. Ada kebun karet dan kebun pekarangan yang isinya ada tanaman sayuran, buah dan pohon untuk perkayuan.
      Sehari-hari yang tinggal di kantor ini ada mas Danang, alumni BIOLOGI, UNILA. Beliau mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan social masyarakat. Kedua, ada mbak Putri, kakak kelasku di FAHUTAN IPB. Satunya lagi ada orang bagian administrasi. Aku lupa namanya dan belum bertemu dengannya, karena pada waktu itu sedang off. Beliau mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan ekowisata di TNWK. Sedangkan mas Rhama dan mbak Rani yang juga kakak kelasku di IPB, mereka ngekost di salah satu rumah dekat kantor ALeRT. Ada lagi dua orang kampung yang membantu  di ALeRT, tapi tidak tinggal di kantor. Yang pertama bernama Supri, membantu kegiatan di lapangan dan satunya lagi Aris, yang membantu ngurus-ngurus kebersihan dan konsumsi di kantor.
      Malam hari di kampong ini sering sekali mati lampu alias pemadaman listrik. Hanya pas hari terakhir saja kelihatannya yang enggak mati lampu (waktu itu aku ba’da maghrib dah berangkat pulang ke Bogor). Jika lampu mati, yang paling nyaman ya nongkrong di teras kantor sambil berbincang-bincang “ngalor ngidol”. Dan dengan bincang-bincang seperti itu, banyak pengetahuan yang aku dapat. Khususnya mengenai TNWK yang memang tidak banyak aku ketahui.

Gerbang masuk PKG di TNWK

PUSAT KONSERVASI GAJAH
    Tiga kali aku pergi TNWK untuk berkunjung ke Pusat Konservasi Gajah (PKG). Pertama, aku diantarkan Aris dan sampai ke lokasi taman rekreasi. Taman rekreasi ini ada tempat untuk naik gajah, warung makan, warung jualan souvenir. Di lokasi ini kebetulan ada seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) yang sedang digembalakan, ukurannya setinggi aku + 170 cm. Aku hanya sampai disini saja, tidak sampai ke lokasi yang banyak gajahnya. Karena masih orang baru, aku merasa kurang nyaman masuk TNWK tanpa………. Memang umumnya kalau orang kampong disini sudah biasa keluar masuk TNWK. Katanya hanya hari libur saja yang biasanya pintu gerbang standby ada pengawasnya.
      Kedua, aku berempat bersama mas Rhama, mbak Rani dan mbak Putri. Tapi sayangnya kami tidak sampai ke lokasi. Ditengah perjalanan kami dihentikan sama petugas TNWK (bukan karena enggak bayar… Heheee), karena ada gerombolan gajah liar yang keluar hutan. Petugas sedang mengamankan orang-orang yang berlalu-lalang disekitar tempat tersebut. Ketika itulah aku melihat gajah sumatera (E. sumatrensis) yang sangat besar. Sebelumnya aku berfikir bahwa gajah sumatera ukurannya seperti yang sebelumnya aku lihat di hari pertama ke PKG. Gajah besar ini digunakan untuk mengusir rombongan gajah liar supaya bisa digiring kembali masuk hutan. Ooo…. Rupanya cara mengatasi gajah liar itu dengan menggunakan gajah juga, tapi yang memiliki perawakan yang tinggi besar. Mungkin ukuran gajah yang tinggi besar seperti itu bagi gajah liar memiliki wibawa dan kekuatan besar. Sehingga umumnya gajah liar tersebut akan menghindar bertemu dengan gajah besar seperti itu. Akhirnya kami lebih baik kembali saja ke kantor, daripada kalau dilanjutin ke PKG nanti tak bisa kembali. Takut gajah liarnya belum masuk hutan.

 Gajah pertama yang aku temui di PKG

Salah satu anak gajah dirawat di PKG yang ditemukan di hutan

Gajah bernama Haryono, gadingnya tumpul dipotong

      Ketiga, ini merupakan waktu special karena malamnya aku harus kembali ke Bogor. Sebenarnya rencanaku pulang ke Bogor sehari yang lalu. Tapi karena gagal ke PKG waktu itu akhirnya aku mencoba peruntungan untuk tambah waktu sehari lagi. Peruntunganku diberkahi. Aku akhirnya bisa ke PKG melihat bagaimana cara perawatan gajah-gajah besar ini. Gajah gajah disini semuanya dirawat oleh seorang mahout. Mahout ini sudah terlatih dengan baik, bagaimana menangani gajah-gajah sebesar ini. Biasanya satu gajah terdiri dari satu mahout utama dan beberapa mahout cadangan. Hal ini dimaksudkan supaya ketika mahout yang utama berhalangan, gajah tersebut bisa diurus oleh mahout yang lain.
    Waktu itu aku sempatkan untuk ikut mengambil gajah yang sedang digembalakan di padang penggembalaan gajah yang sangat luas. Aku dan mbak Putri ikut mas Rohman mengambil gajah yang bernama Haryono. Mas Rohman adalah mahoutnya Haryono. Tempat penggembalaan Haryono rupanya cukup jauh. Harus melewati rumput dan semak yang cukup tinggi. Rawa-rawa berair yang berlumpur dan katanya banyak lintahnya. Plus suasana langit muram yang siap menangis. Akhirnya kami menemukan Haryono yang sedang sembunyi di semak-semak. Kami bertiga langsung diangkut sama Haryono sampai di kolam pemandian. Ditengah perjalanan gerimis disertai desir-desir angina menemani langkah demi langkah Haryono mengangkut kami bertiga. Aku hampir terjatuh ketika Haryono akan mendaki lahan yang miring. Ngeri juga kalau jatuh ini, pikirku.

 Padang penggembalaan di PKG, TNWK

Gajah Haryono bersembunyi di semak belukar

PERJALANAN KE BOGOR
     Sore itu setelah dari PKG aku langsung bersiap-siap packing barang. Aku tidak bisa lama-lama di Lampung karena masih ada tugas di kampus yang belum aku selesaikan. Sebenarnya ada beberapa hal yang belum selesai aku lakukan disini. Semoga dilain waktu aku bisa kesini. Pasti adalah…

        Malam itu aku langsung menghubungi travel untuk menumpang sampai di Bakauheni. Setidaknya travel yang ini agak lega. Tidak seperti ketika berangkat kesini. Cukup nyaman. Perjalanan terasa lebih cepat. Sampai di Pelabuhan Merak waktu masih menunjukkan pukul 03.00 WIB. Kemudian perjalanan dilanjutkan naik bus dua kali sampai di Bogor.   

Kamis, 15 Mei 2014

SURVEY ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI HUTAN RAWA GAMBUT

MENGINAP DI DESA SUNGAI PELANG
Pagi itu di kantor serasa pada sibuk mempersiapkan tim masing- masing berangkat ke lapangan. Tim Sungai Besar, Pematang Gadung & Laman Satong sudah siap berangkat. Aku kaget ketika temanku bilang kalau aku juga berangkat bersama mereka pagi itu juga ke Sungai Pelang. Aku packing barang ala kadarnya, yang penting bisa masuk ke mobil. Aku rupanya langsung diantarkan ke rumahnya Robi, salah satu tim patroli dari Pelang dan menginap semalam di rumahnya.
Perjalanan ke rumahnya Robi cukup jauh juga, melewati pesisir Barat Pulau Kalimantan. Di pinggir pantai terlihat beberapa perahu bersandar. Pantainya memang tak seindah pantai Selatan pulau Jawa atau di daerah Nusa Tenggara. Air laut disini berwarna agak kecoklatan dan pantainya pun berlumpur. Beberapa muara sungai ditebingnya dibuat mirip darmaga, digunakan untuk bersandar perahu dan tempat memperjualbelikan ikan hasil tangkapan.

Pantai di Pesisir Barat Kalimantan, Matan Hilir Selatan, Ketapang

Akhirnya sampailah di rumah Robi di Desa Sungai Pelang. Ketika itu mentari sedang puncaknya menyengatkan sinarnya ke permukaan bumi. Rumah Robi dekat dengan pesisir pantai. Cuacanya ya bisa dibayangkan di daerah pesisir. Di dalam rumah serasa dipanggang dan keringat terus bercucuran. Maklum umumnya di daerah ini beratap seng dan aku masih perlu beradaptasi. Seperti yang kita ketahui bahwa seng merupakan isolator yang baik. Sehingga radiasi dari sinar matahari dapat diserap seng dan “aura” di bawah seng suhunya menjadi meningkat. Mungkin begitu bahasa secara ilmiahnya (lebih jelasnya tanya ke ahli fisika aja ya... Hehehee). Untungnya semilir angin dari kipas angin terus menyembur ruangan. Suasana menjadi begitu segarrr (bukan mandi tapi...).
Seperti kata beberapa orang, kalau udara serasa panas pasti menjelang sorenya akan hujan. Pendapat itu memang benar adanya. Siang hari menjelang sore itu hujan lebat dan yang paling nikmat aktifitas yang dilakukan pada waktu itu adalah “bobok siang”. Hmhm…
Sore hari setelah hujan reda, aku mengajak Robi ke pantai karena penasaran. Kami mencoba melewati jalan belakang rumah Robi menerobos semak belukar dengan beberapa panorama pohon-pohon menyebar tak merata dengan tinggi sekitar 4 sampai 7 meter. Aku kaget melihat hitam-hitam bergerak di semak-semak. Setelah diamati secara mendetail, rupanya beberapa kambing ternak (Capra aegagrus sp.) sedang menyantap semak belukar yang tumbuh subur. Ketika diamati lebih mendetail, diatas pohon juga ada gerombolan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang terus memperhatikan keberadaan kita. Di daerah ini katanya juga terdapat lutung yang berwarna hitam (Trachypithecus sp.), akan tetapi sekarang sudah jarang terlihat. Perjalanan terhenti ketika sampai dipinggir sungai. Aliran air cukup deras dengan warna air coklat kemerahan. Sehingga kita putuskan untuk menghentikan perjalanan ini dan kembali ke rumah Robi. Diperjalanan pulang kita bertemu monyet lagi dan burung cekakak sungai (Todirhamphus chloris). Sampai dibelakang rumah, kita sempatkan meniknati kelapa muda (Cocos nucifera). Untungnya pohonnya gak terlalu tinggi, jadi kita lebih mudah memetiknya. Nikmatnya hee…
 Macaca fascicularis (Maaf kurang jelas sensor,,,) di Hutan Pantai

Segarnya kelapa muda...

PERTAMA MASUK HUTAN DESA SUNGAI PELANG
Pagi itu jam 08.00 WIB aku berangkat bersama dari rumah Robi ke Hutan Desa Sungai Pelang bersama bang Bachtiar, bang Yudin & bang Sanung. Perjalanan lumayan jauh ditempuh menggunakan motor. Pinggang cukup pegal-pegal karena membawa barang di ransel cukup berat. Sekitar 30 menit sebelum sampai di camp Patroli Tim Pelang, kondisi jalan semakin kacau dan cukup menarik bagi yang terbiasa offroud. Hehee.... Di lokasi dekat camp terdapat banyak penambang emas liar yang membuat lubang-lubang tanah yang biasa disebut dompleng kalau gak salah... (bukan sok tau). Bekas lubang-lubang itu menjadi genangan air yang berwarna gelap. Kemungkinan bukan cuma karena airnya asam saja, tapi mengandung merkuri atau raksa yang berbahaya jika air tersebut dikonsumsi. Menurut kepala BPOM Husniah Rubiana Thamrin Akib, merkuri termasuk logam berat berbahaya yang dalam konsentrasi kecil pun dapat bersifat racun. Pemakaian merkuri dapat menimbulkan akibat seperti perubahan warna kulit yang bisa menjadi bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan permanen pada susunan syaraf, otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin. Pemakaian merkuri dalam jangka pendek dengan dosis tinggi dapat mengakibatkan muntah-muntah, diare, kerusakan ginjal dan yang paling berbahaya karena merupakan zat karsinogenik dapat menyebabkan kanker. (http://nasional.kompas.com/read/2008/11/26/14312010/kosmetik.berbahaya.bisa.akibatkan.kerusakan.otak.). Ngeri juga ya….
Setibanya di camp, panas terik mentari sedang puncaknya. Melihat kondisi camp patroli sudah porak poranda tinggal meninggalkan kerangka & atap yang berlubang, kami langsung inisiatif memperbaiki atapnya dengan menambahkan terpal diatasnya. Ya setidaknya tidak kehujanan jika kondisi hujan (yaiyalah Son... kalau kondisi panas itu namanya kepanasan).
Siang itu bersantai-santai menikmati semilir angin yang menerpa tubuh. Sungguh nikmat disaat matahari sangat terik sambil menunggu santapan siang yang belum selesai di masak.
Menjelang sore angin begitu kencang menerjang camp kami, sampai tali pengikat untuk terpal atap terputus. Mungkin kecepatan angin pada waktu itu mencapai 100km/jam. Kami langsung segera memperbaiki karena langit sudah mulai gelap. Saat aku lihat thermohigro, suhu turun secara perlahan-lahan sudah mencapai 25 derajat C dan kelembaban naik secata perlahan-lahan mencapai 92%. Belum selesai memperbaiki camp, gerimis mulai turun disertai angin. Semakin lama semakin besar dan akhirnya hujan deras. Aku berinisiatif menampung air hujan ketika kawan" yang lain sedang memperbaiki camp. Lumayan airnya buat minum dan masak, karena air disekitar camp berwarna coklat kemerahan, mirip air teh yang berwarna agak terang. Ketika coba aku cek nilai pH air hujan dengan pH meter, nilainya 5,2 sedangkan air di danau sekitar camp nilai pH-nya 4,1. Ya lumayan lebih baiklah ketimbang air di danau itu. Hehehe...
Sebelumnya aku sempat melihat kawanku membuat minuman dengan serbuk suplemen (sebut saja Extra Yess) dicampur dengan susu menggunakan air danau. Biasanya hasilnya terlihat menarik dan begitu menggoda. Akan tetapi, hasilnya susunya tidak mau bercampur seperti biasanya ketika menggunakan air yang baik. Aku juga belum bisa menjelaskan secara ilmiahnya.
Suplemen campur air Danau
pH air hujan
Penampungan air hujan untuk persediaan minum

HARI PERTAMA MASUK HUTAN
Pukul 07.30 WIB kami berlima berangkat masuk hutan untuk menuju lokasi survey di grid 204. Hutan di daerah ini termasuk hutan rawa gambut, sehingga kondisi serasah cukup tebal dan banyak terdapat genangan air dimana-mana. Kondisi tegakan mayoritas didominasi tingkat pancang dan tiang cukup rapat, termasuk hutan kerangas. Ketinggian tegakan umumnya berkisar antara 14-17 m.
Diperjalanan menuju grid 204 banyak ditemukan illegal logging. Begitu juga dengan suara Chainsaw dibeberapa lokasi. Ditengah perjalanan, kami menemukan tempat penimbunan kayu gergajian hasil illegal logging dengan bahasa kerennya TPn (tempat pengumpulan kayu sementara). Illegal logger ini dengan pandainya membuat jalur motor dengan papan kayu yang disusun memanjang sebagai lintasan roda motor agar tidak ambles di hutan gambut untuk mengangkut kayu. Jika illegal logging ini terus dibiarkan, kondisi hutan desa ini bisa terancam sebagai habitat satwaliar, khususnya hewan besar dan satwa arboreal yang membutuhkan pohon-pohon sebagai tempat hidupnya.
Dengan perjuangan tanpa menyerah, beberapa jam kemudian akhirnya kami sampai di grid tujuan. Bertepatan sekali disekitar lokasi kami berpijak terdapat sarang orangutan yang sudah kering dan termasuk kategori kelas D (sarang yang sebagian daunnya berguguran). Cukup jauh memang perjalanannya, kira-kira dari camp menuju grid 204 sepanjang 1,8 km dengan kondisi jalur lebih dari setengahnya harus dirintis karena memang baru pertama kalinya menuju lokasi ini.
Kami membuat jalur pengamatan di dalam grid sepanjang 1 km yang memanjang kearah Selatan. Pengamatan dilakukan disepanjang jalur tersebut. Ukuran grid ini 1 x 1 km (100 ha). Cukup banyak sarang yang ditemukan, sayangnya umumnya termasuk kelas D. Kemungkinan sudah lama ditinggalkan karena lokasi ini sudah jarang terdapat pakan.
Ketika survey belum mencapai seperempatnya, sempat terjadi gerimis beberapa waktu lamanya. Namun kita abaikan saja karena perjalanan masih sangat panjang. Akhirnya jalur survey sepanjang 1 km selesai dikerjakan sekitar pukul 14.15 WIB. Kami istirahat sejenak untuk mengumpulkan energi untuk keluar hutan. Bayanganku perjalanan kembali ke camp akan cukup mudah. Nyatanya itu cuma dalam angan-angan saja. Perjalanan kembali ke camp rupanya terasa sangat berat. Sungguh terasa sekali fisik saya sangat menurun karena sudah jarang keluar-masuk hutan, ditambah berat badan meningkat, plus jarang olah raga. Lengkap sudah. Apalagi jalanku harus mengimbangi anggota tim yang lain. Awalnya aku berfikir untuk mencoba mengikuti tempo jalan mereka. Namun rasanya kok mengangkat kaki buat jalan saja terasa sangat berat. Diperparah dengan ketika melangkah sering terkena jerat liana dikaki sampai beberapa kali terjatuh. Jalanku bagaikan seperti seorang petinju tinggal menyisakan energi terakhir, jika ditinju lawan tepat mengenai sasaran langsung ambruk, TKO.  
Sampai dipertengahan jalan, diperparah dengan datangnya hujan lebat. Rawa disekitar jalur makin dalam airnya. Disepanjang perjalanan air menggenang dimana-mana. Sepatu boat terus terisi air, membuat jalanku semakin berat. Sedikit-sedikit harus membersihkan isi sepatu boat dari air. Untungnya ada kawan yang dengan sabar bersedia menemani langkahku yang”gontai” ini. Hehee… Akhirnya dengan perjuangan yang sangat gigih, 2 jam kemudian sampai di camp juga. Sungguh bagai menemukan Surga dunia kawan... (lebay heee).

TPn-nya si illegal logger dan jalur angkutan

HARI KEDUA
Hari kedua kami berangkat seperti rencana, pukul 08.00 WIB. Perjalanan menuju ke grid yang sama seperti hari sebelumnya dengan jalur pengamatan memotong jalur pengamatan sebelumnya. Perjalanan menjadi lebih berat karena jalur tergenang air akibat hujan lebat diwaktu pagi sebelum matahari menampakkan sinarnya. Satu setengah jam waktu yang ditempuh mencapai titik tengah grid. Memang waktu yang kami tempuh lebih cepat dari sebelumnya. Hal ini karena energi masih full dan sudah ada jalur rintisan untuk sampai ke lokasi yang dituju.
Pukul 10.00 WIB kami memulai pengamatan dari titik tengah grid ke arah Timur sepanjang 500 m. Tidak banyak sarang yang dijumpai, mungkin karena tumbuhan yang mendominasi bukan habitat yang baik untuk orangutan. Di lokasi ini banyak didominasi pohon jenis gerunggang (Cratoxylum glaucum) yang memiliki daun kecil-kecil. Menurut bang Yudin, orangutan dilokasi ini lebih suka bersarang di pohon meranti (Shorea sp.), sedangkan di areal yang didominasi pohon gerunggang (C. glaucum) memang sangat jarang. Satu jam kemudian kami sudah mencapai jarak yang direncanakan. Survey dilanjutkan kembali kearah Barat dengan jarak yang sama, 500 m dari titik tengah grid setelah istirahat dan makan siang.
Perjalanan pulang terasa cukup berat setelah melewati tempat penimbunan kayu (TPn-nya) para illegal loggers. Banyak jalur terendam air yang membuat jalan terasa cukup berat. Apalagi dipersulit dengan energi yang tersisa jika dipersentasekan mungkin tinggal 30%-an kebawah. Lebih baik dari hari kemarin, yang mungkin tinggal 10%-an. Hehehe… Berkali-kali sepatu boat terisi air dan terasa lebih berat melangkahkan kaki. Akan tetapi tidak mungkin kalau terus-terusan membersihkan air yang masuk ke sepatu boat. Bisa jadi tertinggal dengan rombongan yang lain. Dipertengahan jalan, untungnya bang Sanung dengan sabar menemani langkahku. Aku dan bang Sanung sempat tersesat sejauh 300 m akibat aku disuruh menjadi penunjuk arah dan aku terlalu fokus pada jalan tanpa melihat GPS. Parahnya, bang Sanung menganggap bahwa jalur yang aku pilih pasti benar karena bawa GPS. Tersesat sejauh itu cukup menguras energi. Lebih-lebih jalur tersesat itu begitu banyak genangan air yang genangannya cukup dalam. Bisa dibayangkan sendirilah... Hehehee…
Malam hari disela-sela bermain kartu, Robi menyempatkan diri memancing di danau. Rupanya cukup menarik perhatianku ketika malam itu juga mendapatkan hasil tangkapan. Selesai bermain kartu, aku ikut-ikutan memancing. Karena waktu terlalu malam, aku dan Robi memasang beberapa pancing dan kemudian ditinggal istirahat. Paginya beberapa alat pancing yang dipasang malam itu aku cek satu persatu. Hasilnya kami mendapatkan dua ikan. Yang satu ikan lele (Clarias sp.) dan satunya ikan….. Lumayan juga, hasil tangkapannya buat tambahan lauk (Tapi sebenarnya aku riskan mau makan karena areal ini bekas pertambangan emas illegal).

Danau tempat mancing, mandi & cuci perabotan masak. Sekilas tampak menarik

CEK PENANAMAN
Menurut kepercayaan orang sini, hari Jum'at merupakan hari sakral dimana orang dilarang masuk hutan. Banyak kejadian-kejadian aneh ketika orang memaksakan diri masuk hutan. Aku sih sebenarnya tak masalah jika hari itu tetap masuk hutan, terlepas dengan pendapat beberapa orang itu benar atau tidak. Masalahnya aku ini pendatang, ya masih bau kencur dengan budaya dan adat istiadat disini. Tak ada salahnya juga to mengikuti mereka. Enak jugakan istirahat sehari masuk hutan. Hehehe...
Mengisi kekosongan kegiatan, kami berinisiatif melakukan pengecekan penanaman yang lokasinya tak jauh dari camp. Menurut tim patroli, penanaman dilakukan sekitar bulan Oktober/Nopember 2013 dan belum pernah dilakukan perawatan. Untuk itu aku mengajak tim patroli untuk mencoba menghitung kondisi tanaman yang masih hidup. Ya itu merupakan hal yang paling mudah untuk dilakukan. Soalnya kalau mau sekalian melakukan perawatan tidak memungkinkan. Selain karena tidak ada persiapan, kondisi cuaca hari itu juga cukup panas. Nanti bisa item kulitnya…. Hahaha

Salah satu tampilan sisa penanaman yang tersisa

MENUJU GRID 217
Hari ketiga msuk hutan menuju grid yang lebih dekat dibanding grid sebelumnya. Namun kondisi jalur ke grid 217 ini lebih banyak rawa. Mungkin karena adaptasinya sudah maksimal, jadi lebih bisa menguasai kondisi meskipun kaki sedikit lecet dibeberapa lokasi. Survey kali ini juga terasa lebih mudah dan selesai lebih awal.
Kondisi habitat kali ini banyak didominasi pohon-pohon kecil dan rawa dimana-mana. Meskipun menurut beberapa tim patroli lokasi ini kurang cocok untuk habitat kesukaan orangutan. Beberapa kali kami menemukan sarang orangutan yang termasuk kondisi masih baru, ditandai dengan kondisi sarang masih berdaun hijau. Sarang ini tidak kami temukan di grid 207 sebelumnya. Mungkin di grid 217 dan sekitarnya masih jarang ada gangguan dari luar. Atau merupakan lokasi jalur orangutan dalam mencari makanan pada musim ini.


Hutan keranggas rawa gambut


MOTIVASI COMBO
Hari ke empat masuk hutan terasa berbeda. Semua lebih cepat dari biasanya. Biasanya saat aku bangun tidur, semuanya pasti terlelap. Namun hari itu sudah ada yang memasak pagi-pagi ketika mentari masih mencoba menampakkan kekuatan sinarnya. Semuanya bisa terjadi tak lain karena setelah survey jika memungkinkan kami akan kembali ke tempat beradap alias kembali ke rumah masing-masing.
Pukul 07.00 WIB sudah siap berangkat. Anehnya jalannya juga tak seperti biasa. Bang Bachtiar, Sanung dan Yudin langsung menuju ke titik tengah grid 217, kelihatannya tanpa istirahat. Aku pun tertinggal jauh. Untungnya Robi menungguku didekat danau. Maklum, aku adalah orang yang paling terakhir kalau urusan bersiap-siap masuk hutan. Ya karena barang bawaannya paling banyak macemnya. Ngelesss. Hehee… Aku berjalan santai berharap sepatu boatku tak kemasukan air. Gara-gara terlalu focus dengan tempat berpijak tanpa melihat gerak-gerik Robi, aku aku pun tersesat. Untungnya GPS selalu menemani langkahku. Sehingga jika jalurku salah langsung termonitor dengan baik.
Setelah istirahat sejenak, pukul 08.00WIB kami sudah bisa mulai melakukan survey. Pertama kami survey 500 m ke arah Selatan. Dilokasi ini kami menemukan beberapa sarang orangutan. Salah satunya berada di atas pohon meranti (Shorea sp.) yang cukup tinggi, lebih dari 20 m. Kemudian survey kami lanjutkan ke arah Utara sepanjang 500 m. Di lokasi ini kami tak mendapatkan satu pun sarang orangutan. Kami selesai melakukan pekerjaan sekitar pukul 10.45 WIB. Tim kemudian istirahat sejenak menyantap bekal makan siang, lalu dilanjutkan kembali ke camp untuk packing. Tak seperti biasanya, tidur-tiduran dulu. Aroma rumah sudah menyengat kali. Heheee
Pukul 13.00 WIB kami sudah bersiap keluar kawasan hutan. Cuaca mendung pekat, menandakan langit akan menangis. Ditengah perjalanan ke Desa Sungai Pelang, hujan pun sudah mulai deras. Kami berteduh dipinggir jalan. Kebetulan ada gubuk kosong. Sambil menunggu reda, seperti biasa bermain kartu lagi. Hehehe...



Kantong semar (Nephentes sp.) di Hutan Desa Blok Pematang Gadung




Camp kita yang begitu nyaman...


Sarang orangutan (Pongo pygmaeus)



Penampakan Hutan Rawa Gambut di Desa Sungai Pelang


Tim survey Orangutan Desa Sungai Pelang





Selasa, 13 Mei 2014

TIGA (3) HARI PERTAMA

MENUJU KETAPANG, KALIMANTAN BARAT
2 Mei 2014 adalah pertama kalinya aku ke Ketapang, Kalimantan Barat. Tujuanku ke Ketapang untuk survey orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Hutan Desa Blok Pematang Gadung yang diadakan Fauna & Flora International (FFI – Indonesia Programme). Pada kegiatan ini FFI melibatkan masyarakat desa sebagai upaya pendampingan masyarakat untuk peduli terhadap hutannya. Harapannya kedepannya mereka juga dapat melakukan kegiatan tersebut dalam upaya monitoring Hutan Desa mereka agar tetap lestari.
Seperti biasa setiap berkunjung ke lokasi baru, aku bersama rombongan dari Bogor memperkenalkan diri dengan teman-teman FFI Ketapang dan beberapa tim monitoring Hutan Desa yang kebetulan sedang berada di kantor FFI. Selama seharian kegiatan utamaku berbincang-bincang sambil menikmati aura panas kota dekat khatulistiwa. Selain itu, kegiatan utama selama di kantor ya tidur-tiduran dan tidur beneran. Apalagi ketika jaringan internet kantor error, ya tidurlah yang paling nikmat untuk dilakukan. Hehee..

KE RUMAH KENALAN
Perencanaan ke lapangan masih dua hari lagi dan aktivitas di kantor seperti hari-hari sebelumnya. Sebenarnya rencana utama hari kedua mau observasi medan, akan tetapi ada informasi mendadak bahwa salah satu rekan dekat FFI meninggal dunia. Observasi pun ditunda untuk sementara waktu. Hari ini pun aktivitas dilanjutkan dengan duduk-duduk santai sambil melototin laptop alias browsing internet sepuasnya karena jaringan internet kantor sudah dapat digunakan kembali setelah dilakukan sedikit eksperimen. Ya namanya eksperimen pasti ada yang berhasil da nada yang tidak, tapi Tuhan memberikan kita keberhasilan. Mantap!!! Heheee
Waktu sudah beranjak siang dan baru sadar kalau dari pagi tadi belum makan. Ketika Pak Bos Alex dating, dia mengajak pergi ke rumah Pak Doi, kenalan kita di Ketapang untuk cari makan gratis (katanya sih bakar-bakar). Perjalanan lumayan jauh ditemani rintik-rintik hujan dengan ban depan motor yang aku tunggangi agak kempes. Rencana mau pompa ban pun tertunda akibat gerimis beberapa saat lagi akan membesar menjadi hujan (bahasa puitisnya langit akan menangis sejadi-jadinya). Serem kali naik motor dengan ban depan kempes. Ketika jalannya berbelok, motor yang aku tunggangi beberapa kali mau jatuh, apalagi kalau belokannya tajam trus dengan kecepatan tinggi (sebenarnya sih cuma 60 km/jam). Masalahb sebenarnya kalau gak cepat, aku bisa tersesat karena tidak bisa mengejar motor si Bos di depan. Motornya beda lagi…. Bebek ngelawan motor KLX.  Ya maklumlah harus mengekor, namanya baru pertama kali… Masa langsung tahu lokasi (ghaib donk…) Hahaha…
Tiba disana, dikirain semua sudah siap. Rupanya itu hanya angan-angan belaka. Mas Alex rupanya hanya ngomong doank tadi. Tuan rumah tak tahu apa-apa. Kami pun harus mengolah dulu ikannya karena baru dijaring dari kolam. Saya cuma berharap perutku bisa sabar diisi bahan bakar. Bahan bakarnya masih harus diolah terlebih dahulu supaya layak dikonsumsi. Rencana bakar-bakar gagal karena kami pengen masakannya lebih cepat dibantai karena perut ini sudah mulai hilang kesabaran. Digoreng adalah keputusan paling tepat karena tidak terlalu rumit mengolah bumbunya, cukup kunyit, bawang putih dan pastinya garam biar ada sensasi asinnya. Hehehe…
Memang benar kata orang bijak, kalau kamu pengen makan itu jadi lebih nikmat, makanlah disaat kamu lapar. Mantap sekali rasanya ikan nila (Oreochromis sp.) goreng dan sambal petai campur ikan teri (Stolephorus sp.), plus suasana hujan dan hawa dingin… romatis kaliii…. Super dah pokoknya…

AURA BOSAN
Orang yang kelamaan di hutan pasti akan bosan dan ingin sekali menikmati keindahan dunia luar (meskipun hanya sebuah desa terpencil di pinggir hutan). Begitu juga sebaliknya,orang yang biasa masuk hutan, pasti ingin sekali masuk hutan lagi jika sudah lama tak masuk hutan. Hal itu terjadi padaku. Rasanya ingin sekali masuk hutan karena sudah lama tak menikmati suasana hutan. Lebih lagi ini hutan Kalimantan yang bergambut lho…. Pengalaman pertama begitu menggoda. Hehehe… Rasanya kepengen hari itu juga berangkat ke lokasi, walaupun banyak yang bilang di lokasi itu ada banyak beruang madu (Helarctos malayanus), susah air bersih, airnya asam dan bla-bla-bla….. Bodoh amat!!!…. Ya begitulah kata-kata orang yang penasaran, tak banyak ambil pusing. “sing penting mlebu alas” (yang penting masuk hutan.
Siang itu saat mempersiapkan barang-barang tim, aku dapat informasi bahwa timku mundur sehari. Tidak tahu alasan pastinya, mengapa ada penundaan sedangkan yang lain tidak. Hari itu benar-benar habis buat tidur-tiduran…. Soalnya mau persiapan, semuanya sudah dipersiapkan. Mau packing barang pribadi, itu gampang…. H – 1 jam pun jadi…. Barangnya gak ribet soalnya… Ya, yang sabar ajalah nunggunya… kata orang bijak "Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya, akan tetapi akibatnya lebih manis dari madu." Ya begitulah, lebih baik sabar waee…. Hehee