Perjalanan itu dimulai ketika kedua cewek yang aku beri nama Wonder Women (WW) selesai mempersiapkan barang bawaanya yang terbilang sangat banyak, sama halnya dengan diriku yang membawa carrier & dua tas “srempang” yang bikin leher rasanya mau copot. Pagi itu, kami bertiga harus “ngeteng” untuk menuju ke Citalahab, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) lokasi dimana camp Jelajah Halimun didirikan. Kami adalah tim pertama yang menyusul ke TNGHS karena ada satu “peserta” yang tertinggal di Kampus (maksudnya gak bisa ikutan berangkat awal karena ada urusan). Untuk itulah, aku ditunjuk oleh Ketua Metamorfosa menjalankan misi mengantarkan “peserta” yang tertinggal ini. Hahaha.....Sok keren gitu.....Perjalanan pertama, kami dengan terpaksa harus sewa angkot agar lebih cepat sampai ke Baranangsiang. Keberangkatan kami tidak sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan, karena ada kendala teknis (susah bangun tidur). Namun apadaya, jalan tidak bisa di ajak kompromi, dibeberapa lokasi tetap saja macet; apalagi di “Jalan Baru” kami bisa sampai cerita menghabiskan beberapa episode. Hehehe..... Lebay.....
Sekitar pertengahan antara pagi dan siang, kami sampai di Baranangsiang, dan langsung dapat angkutan jurusan Sukabumi. Perjalanan juga tidak bisa “mulus-mulus” amat, karena kondisi beberapa jalan macet. Terpaksa harus sabar booo.... Dengan nikmatnya, “peserta” sudah tidur lelap aja, padahal baru saja naik. Kemudian disusul dengan WW yang satunya, yang ikutan nyusul. Tinggal giliranku yang ingin ikutan menyusul ke dunia mimpi tetapi harus terus ‘terjaga’; jangan sampai tidur; karena bisa kebablasan.... Bahaya kalau harus bolak-balik naik angkot. Bisa-bisa gak jadi ke TNGHS. Perjalanan kedua ini kami tempuh sampai pasar Parung Kuda. Disana kami harus menunggu angkutan lagi menuju ke Cipeteuy...
Setelah ditunggu-tunggu datanglah angkutan yang kami kira sampai ke Cipeteuy. Kami langsung naik, walaupun dengan kondisi penuh sesak. Carrier terpaksa ditaruh di atas mobil. Perlalanan terasa begitu asyik karena melewati area pedesaan dengan banyak hiasan hijau di kanan-kiri jalan. Sesampai di depan Balai TNGHS, mobil berhenti. Rupanya aku dengan sopir berbeda persepsi. Sopir kira kami turun ke Balai untuk mengurus perizinan, sedangkan yang sebenarnya kami inginkan adalah turun dipertigaan Cipeteuy. Rupanya mobil hanya sampai di pertigaan pos ojeg Kabandungan. Dengan sangat terpaksa, kami harus melanjutkan perjalanan dengan langkah kaki dari pertigaan Kabandungan.
Ketika carrier diturunkan, o aroma apa ini??? Cari sampai dapat..... Rupanya tercium aroma ikan asin yang begitu “nikmat” (anonim). Rupanya aroma itu adalah cairan yang ada di atas mobil yang mengolesi carrier kami. Kami coba bersihkan dengan air seadanya, namun aroma “nikmat” itu tak kunjung hilang, mukin saking banyaknya “parfum” itu merasuk dalam “jiwa” carrier itu. Hehehe....
Kami bawa saja carrier itu sambil mencari tempat peristirahatan untuk menghadap Sang Khalik (Masjid). Di Masjid, kami coba bersihkan lagi carrier-carrier dari aroma ikan asin itu. Meskipun tak bisa 100% hilang, setidaknya bisa berkurang sengatan aroma itu. Berhubung belum makan siang, kami mampir ke Warung dulu untuk mengisi amunisi, sebagai bekal perjalanan. Setelah amunisi dirasa sudah cukup, saatnya melanjutkan perjalanan.....
Perjalanan terasa begitu lambat ditemani teriknya sang surya menyinari langkah kami. Baru beberapa langkah istirahat.... Lanjut, beberapa langkah istirahat..... Begitu seterusnya. Memang ada yang gak beres dengan dengan carrier ‘peserta’ ini; sudah body carrier gak sesuai, berat pula. Maka dari itu moto yang harus kami pegang adalah “alon-alon asal kelakon” & “sedikit demi sedikit lama2 jadi bukit” (pendek pendek jika digabung jadi panjang)..... Ibu-ibu merasa iba melihat kami jalan sambil membawa carrier yang “segede gaban”, terlebih-lebih saat melihat raut muka “peserta” yang begitu melas banget, mirip orang dianiaya. Hehehe.... Mereka menawari kami istirahat.... Ya, begitulah yang membuat kami sering istirahat, tak kuat menahan godaan tawaran tempat duduk yang teduh dengan ditemani semilir angin yang datang silih berganti....
Walaupun perjalanan ditempuh setahap demi tahap, akhirnya sampai juga di pertigaan Cipeteuy tepat kumandang sholat ‘Ashar. Kami putuskan untuk istirahat di Musholla untuk sholat ‘Ashar terlebih dulu.
Gerimis menyambut kami sore itu. Kami coba untuk menunggu hingga reda. Gerimispun reda dan kami lanjutkan perjalanan dengan santai, sambil berharap bisa sampai di Musholla Leuwiwaloh sebelum malam untuk istirahat disana karena kondisi sudah menjelang maghrib. Dalam alunan langkah, kami berharap akan ada kendaraan yang lewat searah dengan jalur kita. Mungkin karena berkat do’a “peserta” yang teraniaya, harapan itupun tercapai dengan lewatnya Truck yang membawa bata ke Cisalimar. Kami ditawari untuk bareng naik Truck sampai Cisalimar. Hati kami pun “bimbang” harus berkata apa. Ya, karena memang perjalanan masih sangat jauh dengan banyak pertimbangan akhirnya kami tak dapat menolak tawaran tersebut.
Sampai di Cisalimar gerimis menyambut... Terpaksa setelah turun dari Truck, kami harus berteduh menunggu hujan reda. Disela-sela menunggu hujan reda, kami coba mengatur strategi dengan “peserta” sambil menikmati apel dari “surga” yang begitu segar & nikmaaat... (mungkin karena laper & haus kayaknya). Strategi itu adalah bagaimana menjelaskan kepada panitia & peserta tentang perjalanan kami yang penuh dengan tanda tanya bagi mereka. Agar mereka semua tidak curiga dengan perjalanan kami yang mungkin dianggap aneh (Dua Hari, Naik Ban, Berangkat Kesiangan, Dan Sederet Peristiwa Aneh Lainnya).
menikmati keindahan kebun teh
Hujanpun reda, kami harus lanjutkan perjalanan itu untuk mencari tempat peristirahatan alternatif; Musholla, dikampung terdekat. Ditengah-tengah perjalanan, kami melihat nikmatnya tempat duduk disamping Warung itu kalau seandanya duduki. Karena memang sangat tergoda dengan tempat duduk itu, kami niatkan untuk “mencicipi” tempat duduk itu sekalian mencari informasi tentang keberadaan Musholla. Kami coba untuk bertanya ke pemilik Warung, katanya daerah ini adalah kampung terakhir sebelum sampai ke gerbang TNGHS. Kebetulan sekali di dekat Warung (50 m-an) tersebut ada Musholla. Akhirnya aku putuskan untuk menginap disana saja, karena sudah tidak memungkinkan lagi untuk melanjutkan perjalanan. Dikirain WW’s takut ada apa gitu kalau menginap di Musholla, rupanya mereka bingung makan malamnya gimana....??? Ya dengan terpaksa, aku menawarkan diri membeli makanan untuk nanti malem (Padahal di daerah ini malam sudah sepi, kayaknya tidak ada warung yang buka). Yang penting aku masih ada persedian roti. Memang kami ada beras & bahan makanan lain, tapi tidak berguna tanpa adanya kompor & kawan-kawannya. Kebetulan kami tak satupun yang bawa peralatan masak.
Sampai di musholla, beberapa menit setelah melepas carrier, datang seorang laki-laki setengah baya menyamperin kami. Terjadilah dialog antara kami dan Bapak tersebut.
Bapak : Mau kemana dik?
Mas Gantheng : Mau ke Citalahab Pak, karena sudah sore kami mohon izin untuk bermalam di Musholla.
WW’s : J.....???
Bapak : Gak boleh tidur di Musholla, tempat ini buat sholat. Bolehnya nginep di rumah saya. Hehehe... Ayo barangnya bawa ke atas.
WW’s : Heee.... asyiikkan........
Mas Gantheng : Ayo kita bawa ke atas. Berkat do’a orang teraniaya (“peserta”).... Hehehe
Begitu nikmatnya, sambutan keluarga Bapak ini terhadap tamu-tamu yang baru mereka kenal. Nama beliau adalah Pak Akhim, mantan Kadus Cisalimar. Kami mendapatkan fasilitas yang menurut kami sangat istimewa, Tempat tidur & makan gratis......Hehehe.... Malam itu di rumah beliau kami tidur lebih awal, karena memang kondisi disana menjelang ba’da isya’ sudah sangat sepi.
terong susu
KEMBALI KE MASA LALU: Sesampai di Rumah Pak Akhim, kami disambut oleh Ibu Akhim dengan membawa teh hangat. Nikmat rasanya.... Saya berbincang-bincang dan kedua WW jalan-jalan sambil “memotret-motret” apa yang mereka jumpai. Kami melihat terong yang aneh bentuknya, katanya namanya “terong susu”. Kami juga melihat bunga yang beraneka bunga yang indah menghiasi halaman Rumah Pak Akhim. Di sebelah Rumah Pak Akhim kami sempat mengajak anak kecil... Gemes ngelihat anak kecil yang lucu....
Perjalanan yang rencana mau kami lakukan setelah subuh dibatalkan, karena kurang etis pagi-pagi minta izin pulang (padahal biar sekalian biar dapet makan pagi dulu........ hehehe). Pagi itu, kami coba packing ulang carrier2nya WW’s yang bermasalah terutama punya “peserta” sambil menunggu jamuan pagi dari tuan rumah.
Setelah makan pagi kami siap2 untuk pamit. Tak lupa saya keluarkan beberapa sampah yang ada di dalam tubuh saya agar mengurangi beban dalam perjalanan. Hehehe.... Tak lupa kami berfoto2 dulu dengan Pak Akhim & istrinya. Tapi apa yang terjadi? Kamera tiba-tiba error..... Berkali-kali di coba tetap error.... aku coba otak-atik, tetap error.... akhirnya dengan kecewa & malu, kami lanjutkan saja perjalanannya.
Perjalanan terasa begitu nikmat, karena perut sudah terisi dan cuaca pagi itu begitu bersahabat. Kurang lebih dua kilometer kami jalan, sampailah di gerbang TNGHS. Kami istirahat sambil mencari “pampers” yang hilang... Tahukah u kalau pampers dan pembalut dipakai untuk bantalan lengan carrier?
Perjalanan dari gerbang ke Cikaniki terbilang begitu cepat... Hanya istirahat lepas carrier sekali. Sisanya hanya membungkukkan badan kalau sudah terasa capek jalan. Sedikit demi sedikit.... sambil melihat patok penunjuk jarak, semakin dekat dengan Cikaniki angka patok tersebut semakin kecil. Batu berjalar menemani langkah kami, diiringi pepohonan dan semak yang berbaris di kanan-kiri jalan. Kondisi waktu itu sudah mendung. Kami berharap bisa sampai Cikaniki sebelum hujan tiba.
Akhirnya target kami berhasil sampai Cikaniki sebelum hujan tiba. Kami istirahat disana, untuk berfoto-foto, makan; karena kondisi memang sudah lapar dan sholat Dhuhur. Di sela-sela istirahat, datang Owa Jawa (Hylobates moloch) menyambut kami. Sungguh, perjalananku tak sia-sia, penuh dengan berbagai moment yang tak terduga. Sudah enam kali mengunjungi lokasi ini, baru pertama kali menikmati perjalanan yang penuh dengan “misteri” ini.... Hehehe...
Beberapa saat kemudian, hujanpun tiba. Daripada “ngegabut” lebih baik masak mie instan saja, lumayan buat isi perut. Aku yang menyediakan mienya dan WW’s yang memasak. Sungguh nikmatnya makan mie siang itu... Sebelum berangkat, tak lupa strategi kami atur kembali dalam menjawab pertanyaan mereka (panitia & peserta), agar mereka tak curiga.
Kami putuskan melanjutkan perjalanan ke Citalahab setelah hujan reda. Jam dua kami baru mulai melanjutkan perjalanan dengan melalui kebun Teh Nirmala. Ditengah-tengah perjalanan huja lebat. Kami putuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan dengan bantuan payung. Bukit demi bukit kami lalui. “Peserta” bertanya-tanya terus, kapan nyampeknya? Agar tidak terlalu capek, kami sempatkan melihat-lihat pemandangan Kebun Teh yang membentang luas. Tak lupa kami sempatkan untuk mengabadikan moment ini. Satu jam kemudian sampailah kami di Camping Ground Citalahab dengan penuh bangga.
Berbagai rintangan telah dilalui dengan baik. Akhirnya misiku berhasil juga sampai ke Citalahab dengan selamat mendampingi kedua WW..... Hehehe....
Ponorogo, 6 Februari 2011
Bospory
Kenangan coba diabadikan lewat tulisan... semoga bermanfaat
BalasHapus