BERAWAL DARI SEBUAH PENGETAHUAN
(ILMU)
Aku teringat ketika pesan guru
ketika masih belajar di pesantren Darul ‘Ulum Jombang, niatkanlah kuliahmu
untuk menuntut ilmu. Memang benar, dengan kita memiliki ilmu semuanya akan
dapat tercapai. Wallahua’lam… Banyak hal yang aku dapatkan dari mempunyai
pengetahuan ini, salah satunya dapat mengunjungi beberapa lokasi-lokasi baru.
Disamping pastinya tidak lepas dari do’a kedua orang tua setiap saat.
Pertengahan bulan Februari 2014
saya di ajak kawanku mas Rhama untuk berkunjung ke Taman Nasional Way Kambas
(TNWK) karena ada orang TNWK yang ingin mengajak diskusi mengenai inventarisasi
hutan. Kebetulan mas Rhama bekerja di konsorsium ALeRT-UNILA mengerjakan
program TFCA (Tropical Forest Coservation Action) Sumatera di TNWK. Jadi saya
berangkat ke TNWK bersama mas Rhama dan istrinya, mbak Rani. ALeRT ternyata
sebuah singkatan dari Aliansi Lestari Rimba Terpadu.
Gerbang TNWK, Labuhan Ratu, Lampung Timur
PERJALANAN YANG MENGAGUMKAN
Kami bertiga (Aku, mas Rhama dan
mbak Rani) berangkat dari Jakarta setelah ba’da sholat isya’ naik bus jurusan
Pelabuhan Merak dari Terminal bus Pasar Rebo. Perjalanan ditempuh sampai
pelabuhan sekitar pukul 23.00 WIB. Kemudian berganti naik kapal Fery setelah
makan malam menyantap nasi goreng. Perjalanan naik kapal Fery cukup lama.
Biasanya karena antrian menggunakan pelabuhan dengan kapal lain. Tiba di
Pelabuhan Bakauheni sekitar pukul 04.45 WIB. Setibanya di Bakauheni, kami sudah
ditunggu sopir travel yang memang sudah kami pesan malam itu waktu masih di
Pelabuhan Merak.
Kami meluncur menuju lokasi parkir
mobil travel. Rupanya isi mobil sudah penuh (maksud saya isi dengan kondisi
normal). Dengan kondisi beberapa penumpang masih di luar, sopir kemudian
mengarahkan kami untuk masuk mobil semua. Gila ini memang sopir!!! Total di
dalam ada 12 orang dewasa menggunakan mobil yang seharusnya kapasitas nyaman
delapan orang termasuk sopir. Jadi di dalam mobil penumpang dibagian belakang
empat, bagian tengah empat dan bagian depan empat juga. Sebenarnya yang bikin
gila itu ya yang di depan itu. Yang satu orang diselipin disamping sopir. Gak
kebayang rasanya kalau aku yang sopirnya (berbahaya….!!! Dan para penumpang,
waspadalah!).
Inilah realita keadaan
transportasi di luar jawa. Sulit mencari transportasi yang cukup memadai. Untuk
ke daerah-daerah tertentu, lebih mudah sewa mobil atau menggunakan travel.
Itupun untuk kelas seperti travel terbatas kendaraannya. Sehingga, alternatif
pengisian muatan penumpang melebihi batas wajar seperti ini sudah di anggap hal
yang biasa. Bagi seorang yang baru pertama sepertiku ya risih melihatnya.
Sebenarnya hal seperti ini di satu sisi dapat dipicu oleh pemberi jasa alias
sopir, supaya dapat keuntungan yang meningkat. Di sisi lain oleh konsumen
(penumpang) karena ingin lebih cepat sampai ke tujuan.
Sudah jatuh, ketimpa tangga pula…
Mungkin peribahasa itulah yang cocok untuk perjalanku naik travel dari
pelabuhan Bakauheni ke Labuhan Ratu, Lampung Timur. Di mobil sudah sesak,
perjalanan jauh, jalannya banyak yang rusak pula. Lengkap rasanya ujian test
kesabaran kali ini. Ternyata penumpang yang naik travel ini mayoritas tujuannya
sekitar Lampung Timur. Satu jam lebih aku harus menahan rasa berhimpit-himpitan
dengan penumpang lain. Kaki pun susah digerakkan, hingga akhirnya kesemutan.
Sekitar pukul 08.30 WIB akhirnya
kami tiba di kantor ALeRT di Labuhan Ratu, Lampung Timur. Lokasinya dekat
dengan TNWK. Suasana disini mengingatkanku dengan kampung halaman di Ponorogo.
Sunyi, tentram dan damai. Tiba di kantor suasana masih sepi, hanya ada mbak
Putri yang suka mengurung di kamar. Hehee (Pleaseee…). Aku pun langsung
istirahat di kamar, rebahan di kasur. Kebetulan kamar itu lagi gak ada yang
pakai. Nikmat rasanya rebahan, setelah menahan pegal-pegal pinggang dan rasa lelah
akibat perjalanan sejak sehari sebelumnya. Dan akhirnya aku pun terlelap. Zzz…zzz…zzz
Kantor Konsorsium ALeRT-UNILA di Labuhan Ratu
MENATAP LAYAR SETIAP HARI
Ya, itulah pekerjaanku
sehari-hari selama di kantor ALeRT. Rencana mau masuk hutan di cancel karena
mas Rhama dan mbak Rani teparrrr, alias droup karena sebelum berangkat ke TNWK
mereka berdua pergi ke Malang mengikuti workshop. Kebetulan pada waktu di
Malang, sedang ada peristiwa meletusnya Gunung Kelud. Mungkin gara-gara banyak
menghisap abu dari Gunung Kelud kali. Hahaha…
Laptop ketika menjelang pagi
sampai sore hari menjadi salah satu kebutuhan utama setelah makan dan minum.
Inilah teman setiaku, ketika semuanya sedang sibuk mengurus pekerjaannya
masing-masing. Aku kadang baca-baca ebook sambil dengerin musik, nonton film,
maupun ngetik-ngetik sesuatu yang bisa diketik ketika aku dapat inspirasi.
Sebenarnya jika ada jaringan
internet (wifi) lebih menarik. Kantor pasti orang-orangnya menjadi semakin
autis. Hehehe… Namun sayangnya disini signal memang agak susah. Apalagi kalau
cuaca sedang kurang bersahabat. Makin reduplah signal provider-provider yang
awalnya sudah agak terang.
DISKUSI DI MULAI
Hari kedua aku di kantor bertemu
dengan orang yang mengajak diskusi mengenai inventarisasi, namanya mas Istnan.
Beliau adalah staff TNWK yang ditugaskan membantu konsorsium ALeRT dalam hal
reforestasi. Diskusi pun “ngalor ngidul”, tapi disitulah esensinya. Kita yang
diskusi sama-sama mendapatkan pengetahuan yang baru.
Aku banyak tahu mengenai TNWK
dari berbagai hal. Mulai dari kondisi hutan yang benar-benar primer tinggal
beberapa ratus hektar saja dan sisanya hutan sekunder dan padang alang-alang,
habitat gajah sumatera (Elephas maximus
sumatrensis) terkait konflik gajah dengan masyarakat dan PKG, badak
sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
habitat dan konservasi badak yang dikenal dengan nama SRS (Suaka Rhino
Sumatera), serta kehidupan sosial masyarakat terkait gangguan-gangguan terhadap
TNWK.
Dikusi berjalan menarik sampai
tidak terasa waktu sudah siang hari. Akhirnya kami sepakat untuk melanjutkan
diskusi malam harinya karena mas Istnan sedang ada keperluan lain. Rencana
malam itu aku akan mempersiapkan beberapa materi yang mungkin diperlukan
terkait dengan rencana untuk monitoring dan evaluasi hasil reforestasi, serta cara
perhitungan carbon dengan cara sederhana. Namun sayangnya malam itu diskusi
tertunda karena mungkin mas Istnan sedang ada keperluan penting. Dan sampai aku
pulang, aku belum bertemu dengan mas Istnan lagi.
KANTOR DI TENGAH PERKAMPUNGAN
SUNYI
Kantor ALeRT letaknya dari jalan
utama lintas kota dan provinsi cukup jauh. Terletak di tengah-tengah
perkampungan dekat dengan TNWK. Sebenarnya gak terpencil-terpencil amat sih… Hanya
saja disekeliling kantor masih kebun semua. Ada kebun karet dan kebun
pekarangan yang isinya ada tanaman sayuran, buah dan pohon untuk perkayuan.
Sehari-hari yang tinggal di
kantor ini ada mas Danang, alumni BIOLOGI, UNILA. Beliau mengurusi hal-hal yang
berhubungan dengan social masyarakat. Kedua, ada mbak Putri, kakak kelasku di
FAHUTAN IPB. Satunya lagi ada orang bagian administrasi. Aku lupa namanya dan
belum bertemu dengannya, karena pada waktu itu sedang off. Beliau mengurusi
hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan ekowisata di TNWK. Sedangkan mas
Rhama dan mbak Rani yang juga kakak kelasku di IPB, mereka ngekost di salah
satu rumah dekat kantor ALeRT. Ada lagi dua orang kampung yang membantu di ALeRT, tapi tidak tinggal di kantor. Yang
pertama bernama Supri, membantu kegiatan di lapangan dan satunya lagi Aris,
yang membantu ngurus-ngurus kebersihan dan konsumsi di kantor.
Malam hari di kampong ini sering
sekali mati lampu alias pemadaman listrik. Hanya pas hari terakhir saja kelihatannya
yang enggak mati lampu (waktu itu aku ba’da maghrib dah berangkat pulang ke
Bogor). Jika lampu mati, yang paling nyaman ya nongkrong di teras kantor sambil
berbincang-bincang “ngalor ngidol”. Dan dengan bincang-bincang seperti itu,
banyak pengetahuan yang aku dapat. Khususnya mengenai TNWK yang memang tidak
banyak aku ketahui.
Gerbang masuk PKG di TNWK
PUSAT KONSERVASI GAJAH
Tiga kali aku pergi TNWK untuk
berkunjung ke Pusat Konservasi Gajah (PKG). Pertama, aku diantarkan Aris dan
sampai ke lokasi taman rekreasi. Taman rekreasi ini ada tempat untuk naik
gajah, warung makan, warung jualan souvenir. Di lokasi ini kebetulan ada seekor
gajah sumatera (Elephas maximus
sumatrensis) yang sedang digembalakan, ukurannya setinggi aku + 170
cm. Aku hanya sampai disini saja, tidak sampai ke lokasi yang banyak gajahnya.
Karena masih orang baru, aku merasa kurang nyaman masuk TNWK tanpa………. Memang
umumnya kalau orang kampong disini sudah biasa keluar masuk TNWK. Katanya hanya
hari libur saja yang biasanya pintu gerbang standby ada pengawasnya.
Kedua, aku berempat bersama mas
Rhama, mbak Rani dan mbak Putri. Tapi sayangnya kami tidak sampai ke lokasi.
Ditengah perjalanan kami dihentikan sama petugas TNWK (bukan karena enggak
bayar… Heheee), karena ada gerombolan gajah liar yang keluar hutan. Petugas
sedang mengamankan orang-orang yang berlalu-lalang disekitar tempat tersebut.
Ketika itulah aku melihat gajah sumatera (E.
sumatrensis) yang sangat besar. Sebelumnya aku berfikir bahwa gajah
sumatera ukurannya seperti yang sebelumnya aku lihat di hari pertama ke PKG.
Gajah besar ini digunakan untuk mengusir rombongan gajah liar supaya bisa
digiring kembali masuk hutan. Ooo…. Rupanya cara mengatasi gajah liar itu
dengan menggunakan gajah juga, tapi yang memiliki perawakan yang tinggi besar.
Mungkin ukuran gajah yang tinggi besar seperti itu bagi gajah liar memiliki
wibawa dan kekuatan besar. Sehingga umumnya gajah liar tersebut akan menghindar
bertemu dengan gajah besar seperti itu. Akhirnya kami lebih baik kembali saja
ke kantor, daripada kalau dilanjutin ke PKG nanti tak bisa kembali. Takut gajah
liarnya belum masuk hutan.
Gajah pertama yang aku temui di PKG
Salah satu anak gajah dirawat di PKG yang ditemukan di hutan
Gajah bernama Haryono, gadingnya tumpul dipotong
Ketiga, ini merupakan waktu special
karena malamnya aku harus kembali ke Bogor. Sebenarnya rencanaku pulang ke
Bogor sehari yang lalu. Tapi karena gagal ke PKG waktu itu akhirnya aku mencoba
peruntungan untuk tambah waktu sehari lagi. Peruntunganku diberkahi. Aku
akhirnya bisa ke PKG melihat bagaimana cara perawatan gajah-gajah besar ini.
Gajah gajah disini semuanya dirawat oleh seorang mahout. Mahout ini sudah
terlatih dengan baik, bagaimana menangani gajah-gajah sebesar ini. Biasanya satu
gajah terdiri dari satu mahout utama dan beberapa mahout cadangan. Hal ini
dimaksudkan supaya ketika mahout yang utama berhalangan, gajah tersebut bisa
diurus oleh mahout yang lain.
Waktu itu aku sempatkan untuk
ikut mengambil gajah yang sedang digembalakan di padang penggembalaan gajah
yang sangat luas. Aku dan mbak Putri ikut mas Rohman mengambil gajah yang
bernama Haryono. Mas Rohman adalah mahoutnya Haryono. Tempat penggembalaan
Haryono rupanya cukup jauh. Harus melewati rumput dan semak yang cukup tinggi.
Rawa-rawa berair yang berlumpur dan katanya banyak lintahnya. Plus suasana langit
muram yang siap menangis. Akhirnya kami menemukan Haryono yang sedang sembunyi
di semak-semak. Kami bertiga langsung diangkut sama Haryono sampai di kolam
pemandian. Ditengah perjalanan gerimis disertai desir-desir angina menemani
langkah demi langkah Haryono mengangkut kami bertiga. Aku hampir terjatuh
ketika Haryono akan mendaki lahan yang miring. Ngeri juga kalau jatuh ini,
pikirku.
Padang penggembalaan di PKG, TNWK
Gajah Haryono bersembunyi di semak belukar
PERJALANAN KE BOGOR
Sore itu setelah dari PKG aku
langsung bersiap-siap packing barang. Aku tidak bisa lama-lama di Lampung
karena masih ada tugas di kampus yang belum aku selesaikan. Sebenarnya ada
beberapa hal yang belum selesai aku lakukan disini. Semoga dilain waktu aku
bisa kesini. Pasti adalah…
Malam itu aku langsung menghubungi
travel untuk menumpang sampai di Bakauheni. Setidaknya travel yang ini agak
lega. Tidak seperti ketika berangkat kesini. Cukup nyaman. Perjalanan terasa
lebih cepat. Sampai di Pelabuhan Merak waktu masih menunjukkan pukul 03.00 WIB.
Kemudian perjalanan dilanjutkan naik bus dua kali sampai di Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar