MENGINAP
DI DESA SUNGAI PELANG
Pagi
itu di kantor serasa pada sibuk mempersiapkan tim masing- masing berangkat ke
lapangan. Tim Sungai Besar, Pematang Gadung & Laman Satong sudah siap
berangkat. Aku kaget ketika temanku bilang kalau aku juga berangkat bersama
mereka pagi itu juga ke Sungai Pelang. Aku
packing barang ala kadarnya, yang penting bisa masuk ke mobil. Aku rupanya
langsung diantarkan ke rumahnya Robi, salah satu tim patroli dari Pelang dan
menginap semalam di rumahnya.
Perjalanan
ke rumahnya Robi cukup jauh juga, melewati pesisir Barat Pulau Kalimantan. Di
pinggir pantai terlihat beberapa perahu bersandar. Pantainya memang tak seindah
pantai Selatan pulau Jawa atau di daerah Nusa Tenggara. Air laut disini
berwarna agak kecoklatan dan pantainya pun berlumpur. Beberapa muara sungai ditebingnya
dibuat mirip darmaga, digunakan untuk bersandar perahu dan tempat
memperjualbelikan ikan hasil tangkapan.
Pantai di Pesisir Barat Kalimantan, Matan Hilir Selatan, Ketapang
Akhirnya
sampailah di rumah Robi di Desa Sungai Pelang. Ketika itu mentari sedang
puncaknya menyengatkan sinarnya ke permukaan bumi. Rumah Robi dekat dengan
pesisir pantai. Cuacanya ya bisa dibayangkan di daerah pesisir. Di dalam rumah
serasa dipanggang dan keringat terus bercucuran. Maklum umumnya di daerah ini
beratap seng dan aku masih perlu beradaptasi. Seperti yang kita ketahui bahwa
seng merupakan isolator yang baik. Sehingga radiasi dari sinar matahari dapat
diserap seng dan “aura” di bawah seng suhunya menjadi meningkat. Mungkin begitu
bahasa secara ilmiahnya (lebih jelasnya tanya ke ahli fisika aja ya... Hehehee).
Untungnya semilir angin dari kipas angin terus menyembur ruangan. Suasana
menjadi begitu segarrr (bukan mandi tapi...).
Seperti
kata beberapa orang, kalau udara serasa panas pasti menjelang sorenya akan
hujan. Pendapat itu memang benar adanya. Siang hari menjelang sore itu hujan
lebat dan yang paling nikmat aktifitas yang dilakukan pada waktu itu adalah “bobok
siang”. Hmhm…
Sore
hari setelah hujan reda, aku mengajak Robi ke pantai karena penasaran. Kami mencoba
melewati jalan belakang rumah Robi menerobos semak belukar dengan beberapa
panorama pohon-pohon menyebar tak merata dengan tinggi sekitar 4 sampai 7
meter. Aku kaget melihat hitam-hitam bergerak di semak-semak. Setelah diamati
secara mendetail, rupanya beberapa kambing ternak (Capra aegagrus sp.) sedang menyantap semak belukar yang tumbuh
subur. Ketika diamati lebih mendetail, diatas pohon juga ada gerombolan monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis)
yang terus memperhatikan keberadaan kita. Di daerah ini katanya juga terdapat
lutung yang berwarna hitam (Trachypithecus
sp.), akan tetapi sekarang sudah jarang terlihat. Perjalanan terhenti ketika
sampai dipinggir sungai. Aliran air cukup deras dengan warna air coklat
kemerahan. Sehingga kita putuskan untuk menghentikan perjalanan ini dan kembali
ke rumah Robi. Diperjalanan pulang kita bertemu monyet lagi dan burung cekakak
sungai (Todirhamphus chloris). Sampai
dibelakang rumah, kita sempatkan meniknati kelapa muda (Cocos nucifera). Untungnya pohonnya gak terlalu tinggi, jadi kita
lebih mudah memetiknya. Nikmatnya hee…
Macaca fascicularis (Maaf kurang jelas sensor,,,) di Hutan Pantai
Segarnya kelapa muda...
PERTAMA
MASUK HUTAN DESA SUNGAI PELANG
Pagi
itu jam 08.00 WIB aku berangkat bersama dari rumah Robi ke Hutan Desa Sungai
Pelang bersama bang Bachtiar, bang Yudin & bang Sanung. Perjalanan lumayan
jauh ditempuh menggunakan motor. Pinggang cukup pegal-pegal karena membawa
barang di ransel cukup berat. Sekitar 30 menit sebelum sampai di camp Patroli
Tim Pelang, kondisi jalan semakin kacau dan cukup menarik bagi yang terbiasa offroud. Hehee.... Di lokasi dekat camp
terdapat banyak penambang emas liar yang membuat lubang-lubang tanah yang biasa
disebut dompleng kalau gak salah... (bukan sok tau). Bekas lubang-lubang itu
menjadi genangan air yang berwarna gelap. Kemungkinan bukan cuma karena airnya asam
saja, tapi mengandung merkuri atau raksa yang berbahaya jika air tersebut
dikonsumsi. Menurut kepala BPOM Husniah Rubiana Thamrin Akib, merkuri termasuk
logam berat berbahaya yang dalam konsentrasi kecil pun dapat bersifat racun.
Pemakaian merkuri dapat menimbulkan akibat seperti perubahan warna kulit yang
bisa menjadi bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan
permanen pada susunan syaraf, otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin. Pemakaian
merkuri dalam jangka pendek dengan dosis tinggi dapat mengakibatkan muntah-muntah,
diare, kerusakan ginjal dan yang paling berbahaya karena merupakan zat karsinogenik
dapat menyebabkan kanker. (http://nasional.kompas.com/read/2008/11/26/14312010/kosmetik.berbahaya.bisa.akibatkan.kerusakan.otak.). Ngeri juga ya….
Setibanya
di camp, panas terik mentari sedang puncaknya. Melihat kondisi camp patroli
sudah porak poranda tinggal meninggalkan kerangka & atap yang berlubang, kami
langsung inisiatif memperbaiki atapnya dengan menambahkan terpal diatasnya. Ya
setidaknya tidak kehujanan jika kondisi hujan (yaiyalah Son... kalau kondisi
panas itu namanya kepanasan).
Siang
itu bersantai-santai menikmati semilir angin yang menerpa tubuh. Sungguh nikmat
disaat matahari sangat terik sambil menunggu santapan siang yang belum selesai
di masak.
Menjelang
sore angin begitu kencang menerjang camp kami, sampai tali pengikat untuk terpal
atap terputus. Mungkin kecepatan angin pada waktu itu mencapai 100km/jam. Kami
langsung segera memperbaiki karena langit sudah mulai gelap. Saat aku lihat
thermohigro, suhu turun secara perlahan-lahan sudah mencapai 25 derajat C dan kelembaban
naik secata perlahan-lahan mencapai 92%. Belum selesai memperbaiki camp,
gerimis mulai turun disertai angin. Semakin lama semakin besar dan akhirnya
hujan deras. Aku berinisiatif menampung air hujan ketika kawan" yang lain
sedang memperbaiki camp. Lumayan airnya buat minum dan masak, karena air
disekitar camp berwarna coklat kemerahan, mirip air teh yang berwarna agak
terang. Ketika coba aku cek nilai pH air hujan dengan pH meter, nilainya 5,2
sedangkan air di danau sekitar camp nilai pH-nya 4,1. Ya lumayan lebih baiklah
ketimbang air di danau itu. Hehehe...
Sebelumnya
aku sempat melihat kawanku membuat minuman dengan serbuk suplemen (sebut saja
Extra Yess) dicampur dengan susu menggunakan air danau. Biasanya hasilnya
terlihat menarik dan begitu menggoda. Akan tetapi, hasilnya susunya tidak mau
bercampur seperti biasanya ketika menggunakan air yang baik. Aku juga belum bisa menjelaskan
secara ilmiahnya.
Suplemen campur air Danau |
pH air hujan |
Penampungan air hujan untuk persediaan minum
HARI
PERTAMA MASUK HUTAN
Pukul
07.30 WIB kami berlima berangkat masuk hutan untuk menuju lokasi survey di grid
204. Hutan di daerah ini termasuk hutan rawa gambut, sehingga kondisi serasah
cukup tebal dan banyak terdapat genangan air dimana-mana. Kondisi tegakan
mayoritas didominasi tingkat pancang dan tiang cukup rapat, termasuk hutan
kerangas. Ketinggian tegakan umumnya berkisar antara 14-17 m.
Diperjalanan
menuju grid 204 banyak ditemukan illegal
logging. Begitu juga dengan suara Chainsaw
dibeberapa lokasi. Ditengah perjalanan, kami menemukan tempat penimbunan kayu
gergajian hasil illegal logging
dengan bahasa kerennya TPn (tempat pengumpulan kayu sementara). Illegal logger ini dengan pandainya membuat
jalur motor dengan papan kayu yang disusun memanjang sebagai lintasan roda
motor agar tidak ambles di hutan gambut untuk mengangkut kayu. Jika illegal logging ini terus dibiarkan,
kondisi hutan desa ini bisa terancam sebagai habitat satwaliar, khususnya hewan
besar dan satwa arboreal yang membutuhkan pohon-pohon sebagai tempat hidupnya.
Dengan
perjuangan tanpa menyerah, beberapa jam kemudian akhirnya kami sampai di grid
tujuan. Bertepatan sekali disekitar lokasi kami berpijak terdapat sarang
orangutan yang sudah kering dan termasuk kategori kelas D (sarang yang sebagian
daunnya berguguran). Cukup jauh memang perjalanannya, kira-kira dari camp
menuju grid 204 sepanjang 1,8 km dengan kondisi jalur lebih dari setengahnya
harus dirintis karena memang baru pertama kalinya menuju lokasi ini.
Kami
membuat jalur pengamatan di dalam grid sepanjang 1 km yang memanjang kearah
Selatan. Pengamatan dilakukan disepanjang jalur tersebut. Ukuran grid ini 1 x 1
km (100 ha). Cukup banyak sarang yang ditemukan, sayangnya umumnya termasuk
kelas D. Kemungkinan sudah lama ditinggalkan karena lokasi ini sudah jarang
terdapat pakan.
Ketika
survey belum mencapai seperempatnya, sempat terjadi gerimis beberapa waktu
lamanya. Namun kita abaikan saja karena perjalanan masih sangat panjang.
Akhirnya jalur survey sepanjang 1 km selesai dikerjakan sekitar pukul 14.15
WIB. Kami istirahat sejenak untuk mengumpulkan energi untuk keluar hutan. Bayanganku
perjalanan kembali ke camp akan cukup mudah. Nyatanya itu cuma dalam angan-angan
saja. Perjalanan kembali ke camp rupanya terasa sangat berat. Sungguh terasa
sekali fisik saya sangat menurun karena sudah jarang keluar-masuk hutan,
ditambah berat badan meningkat, plus jarang olah raga. Lengkap sudah. Apalagi
jalanku harus mengimbangi anggota tim yang lain. Awalnya aku berfikir untuk
mencoba mengikuti tempo jalan mereka. Namun rasanya kok mengangkat kaki buat
jalan saja terasa sangat berat. Diperparah dengan ketika melangkah sering
terkena jerat liana dikaki sampai beberapa kali terjatuh. Jalanku bagaikan
seperti seorang petinju tinggal menyisakan energi terakhir, jika ditinju lawan
tepat mengenai sasaran langsung ambruk, TKO.
Sampai
dipertengahan jalan, diperparah dengan datangnya hujan lebat. Rawa disekitar
jalur makin dalam airnya. Disepanjang perjalanan air menggenang dimana-mana.
Sepatu boat terus terisi air, membuat jalanku semakin berat. Sedikit-sedikit harus
membersihkan isi sepatu boat dari air. Untungnya ada kawan yang dengan sabar
bersedia menemani langkahku yang”gontai” ini. Hehee… Akhirnya dengan perjuangan
yang sangat gigih, 2 jam kemudian sampai di camp juga. Sungguh bagai menemukan
Surga dunia kawan... (lebay heee).
TPn-nya si illegal logger dan jalur angkutan
HARI
KEDUA
Hari
kedua kami berangkat seperti rencana, pukul 08.00 WIB. Perjalanan menuju ke
grid yang sama seperti hari sebelumnya dengan jalur pengamatan memotong jalur
pengamatan sebelumnya. Perjalanan menjadi lebih berat karena jalur tergenang
air akibat hujan lebat diwaktu pagi sebelum matahari menampakkan sinarnya. Satu
setengah jam waktu yang ditempuh mencapai titik tengah grid. Memang waktu yang
kami tempuh lebih cepat dari sebelumnya. Hal ini karena energi masih full dan sudah ada jalur rintisan untuk
sampai ke lokasi yang dituju.
Pukul
10.00 WIB kami memulai pengamatan dari titik tengah grid ke arah Timur
sepanjang 500 m. Tidak banyak sarang yang dijumpai, mungkin karena tumbuhan
yang mendominasi bukan habitat yang baik untuk orangutan. Di lokasi ini banyak
didominasi pohon jenis gerunggang (Cratoxylum
glaucum) yang memiliki daun kecil-kecil. Menurut bang Yudin, orangutan dilokasi
ini lebih suka bersarang di pohon meranti (Shorea
sp.), sedangkan di areal yang didominasi pohon gerunggang (C. glaucum) memang sangat jarang. Satu jam kemudian kami sudah
mencapai jarak yang direncanakan. Survey dilanjutkan kembali kearah Barat
dengan jarak yang sama, 500 m dari titik tengah grid setelah istirahat dan
makan siang.
Perjalanan
pulang terasa cukup berat setelah melewati tempat penimbunan kayu (TPn-nya)
para illegal loggers. Banyak jalur
terendam air yang membuat jalan terasa cukup berat. Apalagi dipersulit dengan energi
yang tersisa jika dipersentasekan mungkin tinggal 30%-an kebawah. Lebih baik
dari hari kemarin, yang mungkin tinggal 10%-an. Hehehe… Berkali-kali sepatu
boat terisi air dan terasa lebih berat melangkahkan kaki. Akan tetapi tidak
mungkin kalau terus-terusan membersihkan air yang masuk ke sepatu boat. Bisa
jadi tertinggal dengan rombongan yang lain. Dipertengahan jalan, untungnya bang
Sanung dengan sabar menemani langkahku. Aku dan bang Sanung sempat tersesat
sejauh 300 m akibat aku disuruh menjadi penunjuk arah dan aku terlalu fokus
pada jalan tanpa melihat GPS. Parahnya, bang Sanung menganggap bahwa jalur yang
aku pilih pasti benar karena bawa GPS. Tersesat sejauh itu cukup menguras
energi. Lebih-lebih jalur tersesat itu begitu banyak genangan air yang
genangannya cukup dalam. Bisa dibayangkan sendirilah... Hehehee…
Malam
hari disela-sela bermain kartu, Robi menyempatkan diri memancing di danau.
Rupanya cukup menarik perhatianku ketika malam itu juga mendapatkan hasil
tangkapan. Selesai bermain kartu, aku ikut-ikutan memancing. Karena waktu
terlalu malam, aku dan Robi memasang beberapa pancing dan kemudian ditinggal istirahat.
Paginya beberapa alat pancing yang dipasang malam itu aku cek satu persatu.
Hasilnya kami mendapatkan dua ikan. Yang satu ikan lele (Clarias sp.) dan satunya ikan….. Lumayan juga, hasil tangkapannya
buat tambahan lauk (Tapi sebenarnya aku riskan mau makan karena areal ini bekas
pertambangan emas illegal).
Danau tempat mancing, mandi & cuci perabotan masak. Sekilas tampak menarik
CEK
PENANAMAN
Menurut
kepercayaan orang sini, hari Jum'at merupakan hari sakral dimana orang dilarang
masuk hutan. Banyak kejadian-kejadian aneh ketika orang memaksakan diri masuk
hutan. Aku sih sebenarnya tak masalah jika hari itu tetap masuk hutan, terlepas
dengan pendapat beberapa orang itu benar atau tidak. Masalahnya aku ini
pendatang, ya masih bau kencur dengan budaya dan adat istiadat disini. Tak ada
salahnya juga to mengikuti mereka. Enak jugakan istirahat sehari masuk hutan.
Hehehe...
Mengisi
kekosongan kegiatan, kami berinisiatif melakukan pengecekan penanaman yang
lokasinya tak jauh dari camp. Menurut tim patroli, penanaman dilakukan sekitar
bulan Oktober/Nopember 2013 dan belum pernah dilakukan perawatan. Untuk itu aku
mengajak tim patroli untuk mencoba menghitung kondisi tanaman yang masih hidup.
Ya itu merupakan hal yang paling mudah untuk dilakukan. Soalnya kalau mau
sekalian melakukan perawatan tidak memungkinkan. Selain karena tidak ada
persiapan, kondisi cuaca hari itu juga cukup panas. Nanti bisa item kulitnya….
Hahaha
Salah satu tampilan sisa penanaman yang tersisa
MENUJU
GRID 217
Hari
ketiga msuk hutan menuju grid yang lebih dekat dibanding grid sebelumnya. Namun
kondisi jalur ke grid 217 ini lebih banyak rawa. Mungkin karena adaptasinya
sudah maksimal, jadi lebih bisa menguasai kondisi meskipun kaki sedikit lecet
dibeberapa lokasi. Survey kali ini juga terasa lebih mudah dan selesai lebih
awal.
Kondisi
habitat kali ini banyak didominasi pohon-pohon kecil dan rawa dimana-mana.
Meskipun menurut beberapa tim patroli lokasi ini kurang cocok untuk habitat
kesukaan orangutan. Beberapa kali kami menemukan sarang orangutan yang termasuk
kondisi masih baru, ditandai dengan kondisi sarang masih berdaun hijau. Sarang
ini tidak kami temukan di grid 207 sebelumnya. Mungkin di grid 217 dan
sekitarnya masih jarang ada gangguan dari luar. Atau merupakan lokasi jalur orangutan
dalam mencari makanan pada musim ini.
Hutan keranggas rawa gambut
MOTIVASI
COMBO
Hari
ke empat masuk hutan terasa berbeda. Semua lebih cepat dari biasanya. Biasanya
saat aku bangun tidur, semuanya pasti terlelap. Namun hari itu sudah ada yang
memasak pagi-pagi ketika mentari masih mencoba menampakkan kekuatan sinarnya.
Semuanya bisa terjadi tak lain karena setelah survey jika memungkinkan kami akan
kembali ke tempat beradap alias kembali ke rumah masing-masing.
Pukul
07.00 WIB sudah siap berangkat. Anehnya jalannya juga tak seperti biasa. Bang
Bachtiar, Sanung dan Yudin langsung menuju ke titik tengah grid 217,
kelihatannya tanpa istirahat. Aku pun tertinggal jauh. Untungnya Robi menungguku
didekat danau. Maklum, aku adalah orang yang paling terakhir kalau urusan
bersiap-siap masuk hutan. Ya karena barang bawaannya paling banyak macemnya. Ngelesss.
Hehee… Aku berjalan santai berharap sepatu boatku tak kemasukan air. Gara-gara
terlalu focus dengan tempat berpijak tanpa melihat gerak-gerik Robi, aku aku
pun tersesat. Untungnya GPS selalu menemani langkahku. Sehingga jika jalurku salah
langsung termonitor dengan baik.
Setelah
istirahat sejenak, pukul 08.00WIB kami sudah bisa mulai melakukan survey.
Pertama kami survey 500 m ke arah Selatan. Dilokasi ini kami menemukan beberapa
sarang orangutan. Salah satunya berada di atas pohon meranti (Shorea sp.) yang cukup tinggi, lebih
dari 20 m. Kemudian survey kami lanjutkan ke arah Utara sepanjang 500 m. Di
lokasi ini kami tak mendapatkan satu pun sarang orangutan. Kami selesai
melakukan pekerjaan sekitar pukul 10.45 WIB. Tim kemudian istirahat sejenak
menyantap bekal makan siang, lalu dilanjutkan kembali ke camp untuk packing.
Tak seperti biasanya, tidur-tiduran dulu. Aroma rumah sudah menyengat kali. Heheee
Pukul
13.00 WIB kami sudah bersiap keluar kawasan hutan. Cuaca mendung pekat,
menandakan langit akan menangis. Ditengah perjalanan ke Desa Sungai Pelang,
hujan pun sudah mulai deras. Kami berteduh dipinggir jalan. Kebetulan ada gubuk
kosong. Sambil menunggu reda, seperti biasa bermain kartu lagi. Hehehe...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar