Kamis, 15 Mei 2014

SURVEY ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI HUTAN RAWA GAMBUT

MENGINAP DI DESA SUNGAI PELANG
Pagi itu di kantor serasa pada sibuk mempersiapkan tim masing- masing berangkat ke lapangan. Tim Sungai Besar, Pematang Gadung & Laman Satong sudah siap berangkat. Aku kaget ketika temanku bilang kalau aku juga berangkat bersama mereka pagi itu juga ke Sungai Pelang. Aku packing barang ala kadarnya, yang penting bisa masuk ke mobil. Aku rupanya langsung diantarkan ke rumahnya Robi, salah satu tim patroli dari Pelang dan menginap semalam di rumahnya.
Perjalanan ke rumahnya Robi cukup jauh juga, melewati pesisir Barat Pulau Kalimantan. Di pinggir pantai terlihat beberapa perahu bersandar. Pantainya memang tak seindah pantai Selatan pulau Jawa atau di daerah Nusa Tenggara. Air laut disini berwarna agak kecoklatan dan pantainya pun berlumpur. Beberapa muara sungai ditebingnya dibuat mirip darmaga, digunakan untuk bersandar perahu dan tempat memperjualbelikan ikan hasil tangkapan.

Pantai di Pesisir Barat Kalimantan, Matan Hilir Selatan, Ketapang

Akhirnya sampailah di rumah Robi di Desa Sungai Pelang. Ketika itu mentari sedang puncaknya menyengatkan sinarnya ke permukaan bumi. Rumah Robi dekat dengan pesisir pantai. Cuacanya ya bisa dibayangkan di daerah pesisir. Di dalam rumah serasa dipanggang dan keringat terus bercucuran. Maklum umumnya di daerah ini beratap seng dan aku masih perlu beradaptasi. Seperti yang kita ketahui bahwa seng merupakan isolator yang baik. Sehingga radiasi dari sinar matahari dapat diserap seng dan “aura” di bawah seng suhunya menjadi meningkat. Mungkin begitu bahasa secara ilmiahnya (lebih jelasnya tanya ke ahli fisika aja ya... Hehehee). Untungnya semilir angin dari kipas angin terus menyembur ruangan. Suasana menjadi begitu segarrr (bukan mandi tapi...).
Seperti kata beberapa orang, kalau udara serasa panas pasti menjelang sorenya akan hujan. Pendapat itu memang benar adanya. Siang hari menjelang sore itu hujan lebat dan yang paling nikmat aktifitas yang dilakukan pada waktu itu adalah “bobok siang”. Hmhm…
Sore hari setelah hujan reda, aku mengajak Robi ke pantai karena penasaran. Kami mencoba melewati jalan belakang rumah Robi menerobos semak belukar dengan beberapa panorama pohon-pohon menyebar tak merata dengan tinggi sekitar 4 sampai 7 meter. Aku kaget melihat hitam-hitam bergerak di semak-semak. Setelah diamati secara mendetail, rupanya beberapa kambing ternak (Capra aegagrus sp.) sedang menyantap semak belukar yang tumbuh subur. Ketika diamati lebih mendetail, diatas pohon juga ada gerombolan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang terus memperhatikan keberadaan kita. Di daerah ini katanya juga terdapat lutung yang berwarna hitam (Trachypithecus sp.), akan tetapi sekarang sudah jarang terlihat. Perjalanan terhenti ketika sampai dipinggir sungai. Aliran air cukup deras dengan warna air coklat kemerahan. Sehingga kita putuskan untuk menghentikan perjalanan ini dan kembali ke rumah Robi. Diperjalanan pulang kita bertemu monyet lagi dan burung cekakak sungai (Todirhamphus chloris). Sampai dibelakang rumah, kita sempatkan meniknati kelapa muda (Cocos nucifera). Untungnya pohonnya gak terlalu tinggi, jadi kita lebih mudah memetiknya. Nikmatnya hee…
 Macaca fascicularis (Maaf kurang jelas sensor,,,) di Hutan Pantai

Segarnya kelapa muda...

PERTAMA MASUK HUTAN DESA SUNGAI PELANG
Pagi itu jam 08.00 WIB aku berangkat bersama dari rumah Robi ke Hutan Desa Sungai Pelang bersama bang Bachtiar, bang Yudin & bang Sanung. Perjalanan lumayan jauh ditempuh menggunakan motor. Pinggang cukup pegal-pegal karena membawa barang di ransel cukup berat. Sekitar 30 menit sebelum sampai di camp Patroli Tim Pelang, kondisi jalan semakin kacau dan cukup menarik bagi yang terbiasa offroud. Hehee.... Di lokasi dekat camp terdapat banyak penambang emas liar yang membuat lubang-lubang tanah yang biasa disebut dompleng kalau gak salah... (bukan sok tau). Bekas lubang-lubang itu menjadi genangan air yang berwarna gelap. Kemungkinan bukan cuma karena airnya asam saja, tapi mengandung merkuri atau raksa yang berbahaya jika air tersebut dikonsumsi. Menurut kepala BPOM Husniah Rubiana Thamrin Akib, merkuri termasuk logam berat berbahaya yang dalam konsentrasi kecil pun dapat bersifat racun. Pemakaian merkuri dapat menimbulkan akibat seperti perubahan warna kulit yang bisa menjadi bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan permanen pada susunan syaraf, otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin. Pemakaian merkuri dalam jangka pendek dengan dosis tinggi dapat mengakibatkan muntah-muntah, diare, kerusakan ginjal dan yang paling berbahaya karena merupakan zat karsinogenik dapat menyebabkan kanker. (http://nasional.kompas.com/read/2008/11/26/14312010/kosmetik.berbahaya.bisa.akibatkan.kerusakan.otak.). Ngeri juga ya….
Setibanya di camp, panas terik mentari sedang puncaknya. Melihat kondisi camp patroli sudah porak poranda tinggal meninggalkan kerangka & atap yang berlubang, kami langsung inisiatif memperbaiki atapnya dengan menambahkan terpal diatasnya. Ya setidaknya tidak kehujanan jika kondisi hujan (yaiyalah Son... kalau kondisi panas itu namanya kepanasan).
Siang itu bersantai-santai menikmati semilir angin yang menerpa tubuh. Sungguh nikmat disaat matahari sangat terik sambil menunggu santapan siang yang belum selesai di masak.
Menjelang sore angin begitu kencang menerjang camp kami, sampai tali pengikat untuk terpal atap terputus. Mungkin kecepatan angin pada waktu itu mencapai 100km/jam. Kami langsung segera memperbaiki karena langit sudah mulai gelap. Saat aku lihat thermohigro, suhu turun secara perlahan-lahan sudah mencapai 25 derajat C dan kelembaban naik secata perlahan-lahan mencapai 92%. Belum selesai memperbaiki camp, gerimis mulai turun disertai angin. Semakin lama semakin besar dan akhirnya hujan deras. Aku berinisiatif menampung air hujan ketika kawan" yang lain sedang memperbaiki camp. Lumayan airnya buat minum dan masak, karena air disekitar camp berwarna coklat kemerahan, mirip air teh yang berwarna agak terang. Ketika coba aku cek nilai pH air hujan dengan pH meter, nilainya 5,2 sedangkan air di danau sekitar camp nilai pH-nya 4,1. Ya lumayan lebih baiklah ketimbang air di danau itu. Hehehe...
Sebelumnya aku sempat melihat kawanku membuat minuman dengan serbuk suplemen (sebut saja Extra Yess) dicampur dengan susu menggunakan air danau. Biasanya hasilnya terlihat menarik dan begitu menggoda. Akan tetapi, hasilnya susunya tidak mau bercampur seperti biasanya ketika menggunakan air yang baik. Aku juga belum bisa menjelaskan secara ilmiahnya.
Suplemen campur air Danau
pH air hujan
Penampungan air hujan untuk persediaan minum

HARI PERTAMA MASUK HUTAN
Pukul 07.30 WIB kami berlima berangkat masuk hutan untuk menuju lokasi survey di grid 204. Hutan di daerah ini termasuk hutan rawa gambut, sehingga kondisi serasah cukup tebal dan banyak terdapat genangan air dimana-mana. Kondisi tegakan mayoritas didominasi tingkat pancang dan tiang cukup rapat, termasuk hutan kerangas. Ketinggian tegakan umumnya berkisar antara 14-17 m.
Diperjalanan menuju grid 204 banyak ditemukan illegal logging. Begitu juga dengan suara Chainsaw dibeberapa lokasi. Ditengah perjalanan, kami menemukan tempat penimbunan kayu gergajian hasil illegal logging dengan bahasa kerennya TPn (tempat pengumpulan kayu sementara). Illegal logger ini dengan pandainya membuat jalur motor dengan papan kayu yang disusun memanjang sebagai lintasan roda motor agar tidak ambles di hutan gambut untuk mengangkut kayu. Jika illegal logging ini terus dibiarkan, kondisi hutan desa ini bisa terancam sebagai habitat satwaliar, khususnya hewan besar dan satwa arboreal yang membutuhkan pohon-pohon sebagai tempat hidupnya.
Dengan perjuangan tanpa menyerah, beberapa jam kemudian akhirnya kami sampai di grid tujuan. Bertepatan sekali disekitar lokasi kami berpijak terdapat sarang orangutan yang sudah kering dan termasuk kategori kelas D (sarang yang sebagian daunnya berguguran). Cukup jauh memang perjalanannya, kira-kira dari camp menuju grid 204 sepanjang 1,8 km dengan kondisi jalur lebih dari setengahnya harus dirintis karena memang baru pertama kalinya menuju lokasi ini.
Kami membuat jalur pengamatan di dalam grid sepanjang 1 km yang memanjang kearah Selatan. Pengamatan dilakukan disepanjang jalur tersebut. Ukuran grid ini 1 x 1 km (100 ha). Cukup banyak sarang yang ditemukan, sayangnya umumnya termasuk kelas D. Kemungkinan sudah lama ditinggalkan karena lokasi ini sudah jarang terdapat pakan.
Ketika survey belum mencapai seperempatnya, sempat terjadi gerimis beberapa waktu lamanya. Namun kita abaikan saja karena perjalanan masih sangat panjang. Akhirnya jalur survey sepanjang 1 km selesai dikerjakan sekitar pukul 14.15 WIB. Kami istirahat sejenak untuk mengumpulkan energi untuk keluar hutan. Bayanganku perjalanan kembali ke camp akan cukup mudah. Nyatanya itu cuma dalam angan-angan saja. Perjalanan kembali ke camp rupanya terasa sangat berat. Sungguh terasa sekali fisik saya sangat menurun karena sudah jarang keluar-masuk hutan, ditambah berat badan meningkat, plus jarang olah raga. Lengkap sudah. Apalagi jalanku harus mengimbangi anggota tim yang lain. Awalnya aku berfikir untuk mencoba mengikuti tempo jalan mereka. Namun rasanya kok mengangkat kaki buat jalan saja terasa sangat berat. Diperparah dengan ketika melangkah sering terkena jerat liana dikaki sampai beberapa kali terjatuh. Jalanku bagaikan seperti seorang petinju tinggal menyisakan energi terakhir, jika ditinju lawan tepat mengenai sasaran langsung ambruk, TKO.  
Sampai dipertengahan jalan, diperparah dengan datangnya hujan lebat. Rawa disekitar jalur makin dalam airnya. Disepanjang perjalanan air menggenang dimana-mana. Sepatu boat terus terisi air, membuat jalanku semakin berat. Sedikit-sedikit harus membersihkan isi sepatu boat dari air. Untungnya ada kawan yang dengan sabar bersedia menemani langkahku yang”gontai” ini. Hehee… Akhirnya dengan perjuangan yang sangat gigih, 2 jam kemudian sampai di camp juga. Sungguh bagai menemukan Surga dunia kawan... (lebay heee).

TPn-nya si illegal logger dan jalur angkutan

HARI KEDUA
Hari kedua kami berangkat seperti rencana, pukul 08.00 WIB. Perjalanan menuju ke grid yang sama seperti hari sebelumnya dengan jalur pengamatan memotong jalur pengamatan sebelumnya. Perjalanan menjadi lebih berat karena jalur tergenang air akibat hujan lebat diwaktu pagi sebelum matahari menampakkan sinarnya. Satu setengah jam waktu yang ditempuh mencapai titik tengah grid. Memang waktu yang kami tempuh lebih cepat dari sebelumnya. Hal ini karena energi masih full dan sudah ada jalur rintisan untuk sampai ke lokasi yang dituju.
Pukul 10.00 WIB kami memulai pengamatan dari titik tengah grid ke arah Timur sepanjang 500 m. Tidak banyak sarang yang dijumpai, mungkin karena tumbuhan yang mendominasi bukan habitat yang baik untuk orangutan. Di lokasi ini banyak didominasi pohon jenis gerunggang (Cratoxylum glaucum) yang memiliki daun kecil-kecil. Menurut bang Yudin, orangutan dilokasi ini lebih suka bersarang di pohon meranti (Shorea sp.), sedangkan di areal yang didominasi pohon gerunggang (C. glaucum) memang sangat jarang. Satu jam kemudian kami sudah mencapai jarak yang direncanakan. Survey dilanjutkan kembali kearah Barat dengan jarak yang sama, 500 m dari titik tengah grid setelah istirahat dan makan siang.
Perjalanan pulang terasa cukup berat setelah melewati tempat penimbunan kayu (TPn-nya) para illegal loggers. Banyak jalur terendam air yang membuat jalan terasa cukup berat. Apalagi dipersulit dengan energi yang tersisa jika dipersentasekan mungkin tinggal 30%-an kebawah. Lebih baik dari hari kemarin, yang mungkin tinggal 10%-an. Hehehe… Berkali-kali sepatu boat terisi air dan terasa lebih berat melangkahkan kaki. Akan tetapi tidak mungkin kalau terus-terusan membersihkan air yang masuk ke sepatu boat. Bisa jadi tertinggal dengan rombongan yang lain. Dipertengahan jalan, untungnya bang Sanung dengan sabar menemani langkahku. Aku dan bang Sanung sempat tersesat sejauh 300 m akibat aku disuruh menjadi penunjuk arah dan aku terlalu fokus pada jalan tanpa melihat GPS. Parahnya, bang Sanung menganggap bahwa jalur yang aku pilih pasti benar karena bawa GPS. Tersesat sejauh itu cukup menguras energi. Lebih-lebih jalur tersesat itu begitu banyak genangan air yang genangannya cukup dalam. Bisa dibayangkan sendirilah... Hehehee…
Malam hari disela-sela bermain kartu, Robi menyempatkan diri memancing di danau. Rupanya cukup menarik perhatianku ketika malam itu juga mendapatkan hasil tangkapan. Selesai bermain kartu, aku ikut-ikutan memancing. Karena waktu terlalu malam, aku dan Robi memasang beberapa pancing dan kemudian ditinggal istirahat. Paginya beberapa alat pancing yang dipasang malam itu aku cek satu persatu. Hasilnya kami mendapatkan dua ikan. Yang satu ikan lele (Clarias sp.) dan satunya ikan….. Lumayan juga, hasil tangkapannya buat tambahan lauk (Tapi sebenarnya aku riskan mau makan karena areal ini bekas pertambangan emas illegal).

Danau tempat mancing, mandi & cuci perabotan masak. Sekilas tampak menarik

CEK PENANAMAN
Menurut kepercayaan orang sini, hari Jum'at merupakan hari sakral dimana orang dilarang masuk hutan. Banyak kejadian-kejadian aneh ketika orang memaksakan diri masuk hutan. Aku sih sebenarnya tak masalah jika hari itu tetap masuk hutan, terlepas dengan pendapat beberapa orang itu benar atau tidak. Masalahnya aku ini pendatang, ya masih bau kencur dengan budaya dan adat istiadat disini. Tak ada salahnya juga to mengikuti mereka. Enak jugakan istirahat sehari masuk hutan. Hehehe...
Mengisi kekosongan kegiatan, kami berinisiatif melakukan pengecekan penanaman yang lokasinya tak jauh dari camp. Menurut tim patroli, penanaman dilakukan sekitar bulan Oktober/Nopember 2013 dan belum pernah dilakukan perawatan. Untuk itu aku mengajak tim patroli untuk mencoba menghitung kondisi tanaman yang masih hidup. Ya itu merupakan hal yang paling mudah untuk dilakukan. Soalnya kalau mau sekalian melakukan perawatan tidak memungkinkan. Selain karena tidak ada persiapan, kondisi cuaca hari itu juga cukup panas. Nanti bisa item kulitnya…. Hahaha

Salah satu tampilan sisa penanaman yang tersisa

MENUJU GRID 217
Hari ketiga msuk hutan menuju grid yang lebih dekat dibanding grid sebelumnya. Namun kondisi jalur ke grid 217 ini lebih banyak rawa. Mungkin karena adaptasinya sudah maksimal, jadi lebih bisa menguasai kondisi meskipun kaki sedikit lecet dibeberapa lokasi. Survey kali ini juga terasa lebih mudah dan selesai lebih awal.
Kondisi habitat kali ini banyak didominasi pohon-pohon kecil dan rawa dimana-mana. Meskipun menurut beberapa tim patroli lokasi ini kurang cocok untuk habitat kesukaan orangutan. Beberapa kali kami menemukan sarang orangutan yang termasuk kondisi masih baru, ditandai dengan kondisi sarang masih berdaun hijau. Sarang ini tidak kami temukan di grid 207 sebelumnya. Mungkin di grid 217 dan sekitarnya masih jarang ada gangguan dari luar. Atau merupakan lokasi jalur orangutan dalam mencari makanan pada musim ini.


Hutan keranggas rawa gambut


MOTIVASI COMBO
Hari ke empat masuk hutan terasa berbeda. Semua lebih cepat dari biasanya. Biasanya saat aku bangun tidur, semuanya pasti terlelap. Namun hari itu sudah ada yang memasak pagi-pagi ketika mentari masih mencoba menampakkan kekuatan sinarnya. Semuanya bisa terjadi tak lain karena setelah survey jika memungkinkan kami akan kembali ke tempat beradap alias kembali ke rumah masing-masing.
Pukul 07.00 WIB sudah siap berangkat. Anehnya jalannya juga tak seperti biasa. Bang Bachtiar, Sanung dan Yudin langsung menuju ke titik tengah grid 217, kelihatannya tanpa istirahat. Aku pun tertinggal jauh. Untungnya Robi menungguku didekat danau. Maklum, aku adalah orang yang paling terakhir kalau urusan bersiap-siap masuk hutan. Ya karena barang bawaannya paling banyak macemnya. Ngelesss. Hehee… Aku berjalan santai berharap sepatu boatku tak kemasukan air. Gara-gara terlalu focus dengan tempat berpijak tanpa melihat gerak-gerik Robi, aku aku pun tersesat. Untungnya GPS selalu menemani langkahku. Sehingga jika jalurku salah langsung termonitor dengan baik.
Setelah istirahat sejenak, pukul 08.00WIB kami sudah bisa mulai melakukan survey. Pertama kami survey 500 m ke arah Selatan. Dilokasi ini kami menemukan beberapa sarang orangutan. Salah satunya berada di atas pohon meranti (Shorea sp.) yang cukup tinggi, lebih dari 20 m. Kemudian survey kami lanjutkan ke arah Utara sepanjang 500 m. Di lokasi ini kami tak mendapatkan satu pun sarang orangutan. Kami selesai melakukan pekerjaan sekitar pukul 10.45 WIB. Tim kemudian istirahat sejenak menyantap bekal makan siang, lalu dilanjutkan kembali ke camp untuk packing. Tak seperti biasanya, tidur-tiduran dulu. Aroma rumah sudah menyengat kali. Heheee
Pukul 13.00 WIB kami sudah bersiap keluar kawasan hutan. Cuaca mendung pekat, menandakan langit akan menangis. Ditengah perjalanan ke Desa Sungai Pelang, hujan pun sudah mulai deras. Kami berteduh dipinggir jalan. Kebetulan ada gubuk kosong. Sambil menunggu reda, seperti biasa bermain kartu lagi. Hehehe...



Kantong semar (Nephentes sp.) di Hutan Desa Blok Pematang Gadung




Camp kita yang begitu nyaman...


Sarang orangutan (Pongo pygmaeus)



Penampakan Hutan Rawa Gambut di Desa Sungai Pelang


Tim survey Orangutan Desa Sungai Pelang





Tidak ada komentar:

Posting Komentar