Sabtu, 17 Mei 2014

TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS, SALAH SATU BAGIAN BUMI BAGI MAMALIA BESAR PULAU SUMATERA

BERAWAL DARI SEBUAH PENGETAHUAN (ILMU)
    Aku teringat ketika pesan guru ketika masih belajar di pesantren Darul ‘Ulum Jombang, niatkanlah kuliahmu untuk menuntut ilmu. Memang benar, dengan kita memiliki ilmu semuanya akan dapat tercapai. Wallahua’lam… Banyak hal yang aku dapatkan dari mempunyai pengetahuan ini, salah satunya dapat mengunjungi beberapa lokasi-lokasi baru. Disamping pastinya tidak lepas dari do’a kedua orang tua setiap saat.
    Pertengahan bulan Februari 2014 saya di ajak kawanku mas Rhama untuk berkunjung ke Taman Nasional Way Kambas (TNWK) karena ada orang TNWK yang ingin mengajak diskusi mengenai inventarisasi hutan. Kebetulan mas Rhama bekerja di konsorsium ALeRT-UNILA mengerjakan program TFCA (Tropical Forest Coservation Action) Sumatera di TNWK. Jadi saya berangkat ke TNWK bersama mas Rhama dan istrinya, mbak Rani. ALeRT ternyata sebuah singkatan dari Aliansi Lestari Rimba Terpadu.

Gerbang TNWK, Labuhan Ratu, Lampung Timur

PERJALANAN YANG MENGAGUMKAN
      Kami bertiga (Aku, mas Rhama dan mbak Rani) berangkat dari Jakarta setelah ba’da sholat isya’ naik bus jurusan Pelabuhan Merak dari Terminal bus Pasar Rebo. Perjalanan ditempuh sampai pelabuhan sekitar pukul 23.00 WIB. Kemudian berganti naik kapal Fery setelah makan malam menyantap nasi goreng. Perjalanan naik kapal Fery cukup lama. Biasanya karena antrian menggunakan pelabuhan dengan kapal lain. Tiba di Pelabuhan Bakauheni sekitar pukul 04.45 WIB. Setibanya di Bakauheni, kami sudah ditunggu sopir travel yang memang sudah kami pesan malam itu waktu masih di Pelabuhan Merak.
     Kami meluncur menuju lokasi parkir mobil travel. Rupanya isi mobil sudah penuh (maksud saya isi dengan kondisi normal). Dengan kondisi beberapa penumpang masih di luar, sopir kemudian mengarahkan kami untuk masuk mobil semua. Gila ini memang sopir!!! Total di dalam ada 12 orang dewasa menggunakan mobil yang seharusnya kapasitas nyaman delapan orang termasuk sopir. Jadi di dalam mobil penumpang dibagian belakang empat, bagian tengah empat dan bagian depan empat juga. Sebenarnya yang bikin gila itu ya yang di depan itu. Yang satu orang diselipin disamping sopir. Gak kebayang rasanya kalau aku yang sopirnya (berbahaya….!!! Dan para penumpang, waspadalah!).
       Inilah realita keadaan transportasi di luar jawa. Sulit mencari transportasi yang cukup memadai. Untuk ke daerah-daerah tertentu, lebih mudah sewa mobil atau menggunakan travel. Itupun untuk kelas seperti travel terbatas kendaraannya. Sehingga, alternatif pengisian muatan penumpang melebihi batas wajar seperti ini sudah di anggap hal yang biasa. Bagi seorang yang baru pertama sepertiku ya risih melihatnya. Sebenarnya hal seperti ini di satu sisi dapat dipicu oleh pemberi jasa alias sopir, supaya dapat keuntungan yang meningkat. Di sisi lain oleh konsumen (penumpang) karena ingin lebih cepat sampai ke tujuan.
       Sudah jatuh, ketimpa tangga pula… Mungkin peribahasa itulah yang cocok untuk perjalanku naik travel dari pelabuhan Bakauheni ke Labuhan Ratu, Lampung Timur. Di mobil sudah sesak, perjalanan jauh, jalannya banyak yang rusak pula. Lengkap rasanya ujian test kesabaran kali ini. Ternyata penumpang yang naik travel ini mayoritas tujuannya sekitar Lampung Timur. Satu jam lebih aku harus menahan rasa berhimpit-himpitan dengan penumpang lain. Kaki pun susah digerakkan, hingga akhirnya kesemutan.
     Sekitar pukul 08.30 WIB akhirnya kami tiba di kantor ALeRT di Labuhan Ratu, Lampung Timur. Lokasinya dekat dengan TNWK. Suasana disini mengingatkanku dengan kampung halaman di Ponorogo. Sunyi, tentram dan damai. Tiba di kantor suasana masih sepi, hanya ada mbak Putri yang suka mengurung di kamar. Hehee (Pleaseee…). Aku pun langsung istirahat di kamar, rebahan di kasur. Kebetulan kamar itu lagi gak ada yang pakai. Nikmat rasanya rebahan, setelah menahan pegal-pegal pinggang dan rasa lelah akibat perjalanan sejak sehari sebelumnya. Dan akhirnya aku pun terlelap. Zzz…zzz…zzz

Kantor Konsorsium ALeRT-UNILA di Labuhan Ratu

MENATAP LAYAR SETIAP HARI
      Ya, itulah pekerjaanku sehari-hari selama di kantor ALeRT. Rencana mau masuk hutan di cancel karena mas Rhama dan mbak Rani teparrrr, alias droup karena sebelum berangkat ke TNWK mereka berdua pergi ke Malang mengikuti workshop. Kebetulan pada waktu di Malang, sedang ada peristiwa meletusnya Gunung Kelud. Mungkin gara-gara banyak menghisap abu dari Gunung Kelud kali. Hahaha…
     Laptop ketika menjelang pagi sampai sore hari menjadi salah satu kebutuhan utama setelah makan dan minum. Inilah teman setiaku, ketika semuanya sedang sibuk mengurus pekerjaannya masing-masing. Aku kadang baca-baca ebook sambil dengerin musik, nonton film, maupun ngetik-ngetik sesuatu yang bisa diketik ketika aku dapat inspirasi.
      Sebenarnya jika ada jaringan internet (wifi) lebih menarik. Kantor pasti orang-orangnya menjadi semakin autis. Hehehe… Namun sayangnya disini signal memang agak susah. Apalagi kalau cuaca sedang kurang bersahabat. Makin reduplah signal provider-provider yang awalnya sudah agak terang.

DISKUSI DI MULAI
      Hari kedua aku di kantor bertemu dengan orang yang mengajak diskusi mengenai inventarisasi, namanya mas Istnan. Beliau adalah staff TNWK yang ditugaskan membantu konsorsium ALeRT dalam hal reforestasi. Diskusi pun “ngalor ngidul”, tapi disitulah esensinya. Kita yang diskusi sama-sama mendapatkan pengetahuan yang baru.
      Aku banyak tahu mengenai TNWK dari berbagai hal. Mulai dari kondisi hutan yang benar-benar primer tinggal beberapa ratus hektar saja dan sisanya hutan sekunder dan padang alang-alang, habitat gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) terkait konflik gajah dengan masyarakat dan PKG, badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) habitat dan konservasi badak yang dikenal dengan nama SRS (Suaka Rhino Sumatera), serta kehidupan sosial masyarakat terkait gangguan-gangguan terhadap TNWK.
    Dikusi berjalan menarik sampai tidak terasa waktu sudah siang hari. Akhirnya kami sepakat untuk melanjutkan diskusi malam harinya karena mas Istnan sedang ada keperluan lain. Rencana malam itu aku akan mempersiapkan beberapa materi yang mungkin diperlukan terkait dengan rencana untuk monitoring dan evaluasi hasil reforestasi, serta cara perhitungan carbon dengan cara sederhana. Namun sayangnya malam itu diskusi tertunda karena mungkin mas Istnan sedang ada keperluan penting. Dan sampai aku pulang, aku belum bertemu dengan mas Istnan lagi.

KANTOR DI TENGAH PERKAMPUNGAN SUNYI
      Kantor ALeRT letaknya dari jalan utama lintas kota dan provinsi cukup jauh. Terletak di tengah-tengah perkampungan dekat dengan TNWK. Sebenarnya gak terpencil-terpencil amat sih… Hanya saja disekeliling kantor masih kebun semua. Ada kebun karet dan kebun pekarangan yang isinya ada tanaman sayuran, buah dan pohon untuk perkayuan.
      Sehari-hari yang tinggal di kantor ini ada mas Danang, alumni BIOLOGI, UNILA. Beliau mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan social masyarakat. Kedua, ada mbak Putri, kakak kelasku di FAHUTAN IPB. Satunya lagi ada orang bagian administrasi. Aku lupa namanya dan belum bertemu dengannya, karena pada waktu itu sedang off. Beliau mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan ekowisata di TNWK. Sedangkan mas Rhama dan mbak Rani yang juga kakak kelasku di IPB, mereka ngekost di salah satu rumah dekat kantor ALeRT. Ada lagi dua orang kampung yang membantu  di ALeRT, tapi tidak tinggal di kantor. Yang pertama bernama Supri, membantu kegiatan di lapangan dan satunya lagi Aris, yang membantu ngurus-ngurus kebersihan dan konsumsi di kantor.
      Malam hari di kampong ini sering sekali mati lampu alias pemadaman listrik. Hanya pas hari terakhir saja kelihatannya yang enggak mati lampu (waktu itu aku ba’da maghrib dah berangkat pulang ke Bogor). Jika lampu mati, yang paling nyaman ya nongkrong di teras kantor sambil berbincang-bincang “ngalor ngidol”. Dan dengan bincang-bincang seperti itu, banyak pengetahuan yang aku dapat. Khususnya mengenai TNWK yang memang tidak banyak aku ketahui.

Gerbang masuk PKG di TNWK

PUSAT KONSERVASI GAJAH
    Tiga kali aku pergi TNWK untuk berkunjung ke Pusat Konservasi Gajah (PKG). Pertama, aku diantarkan Aris dan sampai ke lokasi taman rekreasi. Taman rekreasi ini ada tempat untuk naik gajah, warung makan, warung jualan souvenir. Di lokasi ini kebetulan ada seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) yang sedang digembalakan, ukurannya setinggi aku + 170 cm. Aku hanya sampai disini saja, tidak sampai ke lokasi yang banyak gajahnya. Karena masih orang baru, aku merasa kurang nyaman masuk TNWK tanpa………. Memang umumnya kalau orang kampong disini sudah biasa keluar masuk TNWK. Katanya hanya hari libur saja yang biasanya pintu gerbang standby ada pengawasnya.
      Kedua, aku berempat bersama mas Rhama, mbak Rani dan mbak Putri. Tapi sayangnya kami tidak sampai ke lokasi. Ditengah perjalanan kami dihentikan sama petugas TNWK (bukan karena enggak bayar… Heheee), karena ada gerombolan gajah liar yang keluar hutan. Petugas sedang mengamankan orang-orang yang berlalu-lalang disekitar tempat tersebut. Ketika itulah aku melihat gajah sumatera (E. sumatrensis) yang sangat besar. Sebelumnya aku berfikir bahwa gajah sumatera ukurannya seperti yang sebelumnya aku lihat di hari pertama ke PKG. Gajah besar ini digunakan untuk mengusir rombongan gajah liar supaya bisa digiring kembali masuk hutan. Ooo…. Rupanya cara mengatasi gajah liar itu dengan menggunakan gajah juga, tapi yang memiliki perawakan yang tinggi besar. Mungkin ukuran gajah yang tinggi besar seperti itu bagi gajah liar memiliki wibawa dan kekuatan besar. Sehingga umumnya gajah liar tersebut akan menghindar bertemu dengan gajah besar seperti itu. Akhirnya kami lebih baik kembali saja ke kantor, daripada kalau dilanjutin ke PKG nanti tak bisa kembali. Takut gajah liarnya belum masuk hutan.

 Gajah pertama yang aku temui di PKG

Salah satu anak gajah dirawat di PKG yang ditemukan di hutan

Gajah bernama Haryono, gadingnya tumpul dipotong

      Ketiga, ini merupakan waktu special karena malamnya aku harus kembali ke Bogor. Sebenarnya rencanaku pulang ke Bogor sehari yang lalu. Tapi karena gagal ke PKG waktu itu akhirnya aku mencoba peruntungan untuk tambah waktu sehari lagi. Peruntunganku diberkahi. Aku akhirnya bisa ke PKG melihat bagaimana cara perawatan gajah-gajah besar ini. Gajah gajah disini semuanya dirawat oleh seorang mahout. Mahout ini sudah terlatih dengan baik, bagaimana menangani gajah-gajah sebesar ini. Biasanya satu gajah terdiri dari satu mahout utama dan beberapa mahout cadangan. Hal ini dimaksudkan supaya ketika mahout yang utama berhalangan, gajah tersebut bisa diurus oleh mahout yang lain.
    Waktu itu aku sempatkan untuk ikut mengambil gajah yang sedang digembalakan di padang penggembalaan gajah yang sangat luas. Aku dan mbak Putri ikut mas Rohman mengambil gajah yang bernama Haryono. Mas Rohman adalah mahoutnya Haryono. Tempat penggembalaan Haryono rupanya cukup jauh. Harus melewati rumput dan semak yang cukup tinggi. Rawa-rawa berair yang berlumpur dan katanya banyak lintahnya. Plus suasana langit muram yang siap menangis. Akhirnya kami menemukan Haryono yang sedang sembunyi di semak-semak. Kami bertiga langsung diangkut sama Haryono sampai di kolam pemandian. Ditengah perjalanan gerimis disertai desir-desir angina menemani langkah demi langkah Haryono mengangkut kami bertiga. Aku hampir terjatuh ketika Haryono akan mendaki lahan yang miring. Ngeri juga kalau jatuh ini, pikirku.

 Padang penggembalaan di PKG, TNWK

Gajah Haryono bersembunyi di semak belukar

PERJALANAN KE BOGOR
     Sore itu setelah dari PKG aku langsung bersiap-siap packing barang. Aku tidak bisa lama-lama di Lampung karena masih ada tugas di kampus yang belum aku selesaikan. Sebenarnya ada beberapa hal yang belum selesai aku lakukan disini. Semoga dilain waktu aku bisa kesini. Pasti adalah…

        Malam itu aku langsung menghubungi travel untuk menumpang sampai di Bakauheni. Setidaknya travel yang ini agak lega. Tidak seperti ketika berangkat kesini. Cukup nyaman. Perjalanan terasa lebih cepat. Sampai di Pelabuhan Merak waktu masih menunjukkan pukul 03.00 WIB. Kemudian perjalanan dilanjutkan naik bus dua kali sampai di Bogor.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar